Definisi Personalia dan General Affair

Mungkin di lingkungan sekitar kita banyak yang bertanya apa yang dimaksud dengan P&GA? atau apa definisi atau pengertian Personalia ataupun General Affair? ataupun apa yang biasanya di kerjakan oleh seorang P&GA (Personalia dan General Affair)
Berikut sedikit gambaran mengenai P&GA yang di paparkan didalam blog ini,
PERSONALIA :
Kegiatan pengelolaan SDM yang lebih fokus kepada hal-hal yang bersifat adminstratif yang mengatur hubungan kerja antara employer dan employee, sebagai salah satu sumber daya yang dimiliki organisasi. Aktivitas paling intens yang dilakukan oleh Bagian Personalia biasanya adalah rekrutmen. Personalia utamanya juga berfungsi melakukan proses dokumentasi, pengelolaan serta proses kepegawaian yang terkait langsung dengan tahapan seleksi, pengangkatan dan kekaryaan dan pemberhentian/pemutusan hubungan kerja. Personnel / Personalia terkait langsung dengan Filing dokumen-dokumen kepegawaian, Payroll dan adminstrasi terkait dengan individu / karyawan. (Alex Denni)

GENERAL AFFAIRS :
Biasanya dibawah HRD/Personnel. Ruang Lingkupnya bervariasi. Pada umumnya mereka mengurus fasilitas dan maintence gedung, keperluan fasilitas dan alat-alat kantor, perundangan, gangguan, kebakaran, safety dan keamanan, penerimaan tamu dan sebagainya.
Dan berikut beberapa bagian yang berhubungan dengan service ataupun pekerjaan yang di lakukan oleh Personalia dan General Affair yang dapat di baca setiap bagiannya di dalam menu di blog ini yaitu :
  1. Permasalahan Ketenagakerjaan (INDUSTRIAL RELATION)
  2. Permasalahan atau kegiatan yang berhubungan dengan Tanggung Jawab Perusahaan terhadapat anggota masyarakat atau penduduk di sekitarnya (COMMUNITY DEVELOPMENT / CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY)
  3. Penilaian Terhadap Kinerja Karyawan (PERFORMANCE MANAGEMENT)
  4. Penghargaan Terhadap Karyawan (REWARDS)
  5. Training dan Pembelajaran untuk Karyawan (LEARNING)
  6. Mencari Tenaga Kerja Baru (RECRUITMENT)
  7. Menstruktur Organisasi dan Menangani setiap Talent Karyawan (ODTM - Organizational Development and Talent Management)

Dan semoga blog ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca nya untuk dapat lebih mengenal lagi dunia Personalia dan General Affair.

by : Moderator epga

Read More......

Gaji, Berapa Yang Pantas?

Sering kita mendengar keluhan karyawan lama bahwa mereka diperlakukan tidak adil, karena gajinya lebih kecil dibandingkan dengan rekan kerja yang bekerja belum lama, sedangkan mereka sudah bekerja lebih dari 10 tahun atau keluhan mengenai gaji yang tidak sebanding dengan kinerjanya. Sebenarnya, berapakah gaji yang pantas bagi seorang karyawan? Perlukah keadilan dalam memberikan gaji? Saya pernah meminta keadilan pada atasan saya 25 tahun yang lalu. Dia tertawa dan mengatakan bahwa didunia ini tidak ada yang adil. Yang kelihatan adil, justru tidak adil dan yang kelihatannya tidak adil, justru yang adil. Sebagai contoh: Anda mempunyai 2 orang anak, 1 duduk di kelas 5 SD dan 1 duduk dikelas 1 SMP. Anda merasa perlu melakukan keadilan pada anak, maka mereka masing-masing diberi uang saku Rp.5.000/hari. Uang saku yang sama bagi kedua orang anak kelihatannya adil, tetapi sebenarnya tidak adil, karena kebutuhan anak di SMP lebih besar dari kebutuhan adiknya yang duduk di kelas 5 SD.
Agar lebih seru, marilah kita ikuti 3 cerita di bawah sebagai ilustrasi:

Pemetik anggur:
Pada dua ribu tahun yang lalu, di Israel telah ada bursa tenaga kerja. Siapa yang ingin memakai tenaga kerja, dapat langsung ke bursa tersebut untuk mengadakan rekrutmen secara langsung. Seorang Pemilik kebun anggur melihat bahwa saatnya panen telah tiba. Pagi-pagi, Ia berangkat ke bursa tenaga kerja dan memilih 10 orang tenaga kerja yang terbaik. Masing-masing tenaga kerja setuju mendapat upah sebesar Rp.35.000 sehari, selama 8 jam kerja, dengan waktu kerja dari pk.8.00 sd pk.17.00. Sekitar pk.10.00, Pemilik Kebun Anggur melakukan inspeksi dan melihat bahwa 10 orang tenaga kerja tidak mungkin dapat memetik semua anggur yang ada, maka Ia kembali ke bursa tenaga kerja dan mendapati tenaga kerja yang tersedia bukanlah yang terbaik, tetapi hanya tersisa tenaga kerja kelas 2 dan kelas 3. Tenaga kerja kelas 2 meminta upah Rp.35.000 per hari dengan waktu kerja antara pk.10.30 sd p. 17.00. Karena tidak ada tenaga kerja lain yang lebih baik, maka dengan terpaksa Pemilik Kebun menyetujui syarat tersebut di atas dan mempekerjakan 5 orang tenaga kelas 2.
Sehabis makan siang, Pemilik Kebon sekali lagi melihat hasil kerja buruhnya dan Ia menilai bahwa tenaga kerja yang ada tidak mungkin menyelesaikan pekerjaannya tanpa menambah tenaga kerja. Akhirnya Ia kembali ke bursa dan mendapati hanya ada 3 orang tenaga kelas 3 yang tersisa. Mereka hanya mau bekerja dengan upah Rp.35.000 per hari dengan waktu kerja dari Pk.13.00 sd pk. 17.00. Dengan sangat terpaksa, Pemilik Kebon mengambil tenaga kerja kelas 3 ini
Saat pembayaran upah, Pemilik anggur memanggil buruh kelas 3 terlebih dahulu dan masing-masing menerima upah Rp.35.000, begitu pula buruh kelas 2 mendapat upah yang sama dengan buruh kelas 3. Akhirnya giliran buruh kelas 1 menerima upah yang juga sama dengan buruh kelas 2 dan 3. Dengan serentak mereka mengajukan protes, katanya kepada Pemilik Kebun: “Tuan telah melakukan perbuatan tidak tidak adil bagi kami. Kami adalah tenaga kerja kelas 1 dan telah bekerja 8 jam penuh, tetapi gaji kami disamakan dengan gaji karyawan kelas kambing dan mereka hanya bekerja setengah hari saja” Jawab Pemilik kebon:”Kenapa kamu mengatakan saya tidak adil, apakah saya telah menciderai janji kita? Pada saat mulai bekerja, anda dengan penuh kegembiraan menyatakan setuju untuk bekerja 8 jam dengan upah Rp.35.000. Sekarang hak anda telah saya bayar penuh tanpa kekurangan satu sen pun, lalu kenapa anda tidak puas? Bukan saya yang berlaku tidak adil, tetapi yang pasti adalah anda yang Cemburu “.

Koki Istana:
Dikisahkan, ada seorang Koki istana kaisar Cina yang selalu menggerutu dan tidak puas dengan gajinya. Sebenarnya gaji koki istana sudah cukup besar dan dapat menghidupi keluarganya secara layak, tetapi Ia tetap tidak puas, karena Ia tahu bahwa gaji Perdana Menteri jauh lebih besar dari gajinya. Apa kerja Perdana Menteri? Gerutunya : “Setiap hari Ia hanya bersenang-senang dan mendampingi kaisar berjalan-jalan”. Ketidakpuasan Koki telah menarik perhatian kaisar, dan pada suatu hari kaisar mengajak Perdana Menteri melakukan inspeksi ke daerah dengan naik kapal dan koki istana juga dibawa ikut serta. Setelah sampai suatu desa, kaisar minta agar kapal ditambat dan kaisar ingin melihat-lihat seberapa maju desa tersebut.
Pada saat kapal sudah ditambat, kaisar mendengar bunyi yang aneh dari daratan dan kaisar meminta koki untuk meneliti sumber bunyi tersebut. Koki turun ke darat dan kemudian melaporkan bahwa bunyi tersebut berasal dari anak anjing yang baru lahir. Kaisar bertanya:”berapa ekor jumlah anak anjing itu?”. Koki kembali ke darat dan menjawab ada 5 ekor. Kaisar bertanya lagi:”berapa ekor jantan dan berapa ekor betina?” Koki kembali kedarat dan menjawab ada 3 ekor jantan dan 2 ekor betina. Kaisar kembali bertanya:”bagaimana warna masing-masing anak anjing tersebut?” Koki kembali ke darat dan menjawab ada 2 ekor belang-belang, 1 ekor hitam dan 2 ekor coklat. Kaisar kemudian memanggil Perdana Menteri untuk menyelidiki sumber bunyi didarat. Perdana Menteri pergi ke darat disaksikan oleh koki. Setelah kembali, Perdana Menteri menjawab:”Tuanku, sumber bunyi adalah berasal dari anak anjing yang baru lahir. Jumlahnya sebanyak 5 ekor, 3 ekor jantan dan 2 ekor betina, ada 2 ekor berwarna belang-belang, 1 ekor hitam dan 2 ekor coklaT”. Kaisar tersenyum dan berkata kepada koki:”sekarang kamu sudah paham.Saya memberikan kamu pekerjaan dan kamu mengerjakannya sebanyak 4 kali, sedangkan pekerjaan yang sama dikerjakan oleh Perdana Menteri hanya 1 kali saja. Jadi sudah sepantasnya gaji kamu jauh lebih rendah beberapa kali lipat dari gaji Perdana Menteri”.

Buruh Pabrik:
Pada tahun 1985, perusahaan pertama kalinya menerapkan skala gaji dan penerapan skala gaji ini tidak seluruhnya dipahami oleh semua karyawan, karena kurangnya sosialisasi. Ada seorang buruh harian pabrik di Ancol yang tidak mendapat kenaikkan gaji karena berlakunya sIstem baru ini. Buruh ini bertanya kepada atasannya, kenapa Ia tidak naik gaji, padahal ia merasa tidak pernah bolos dan telah bekerja dengan rajin. Atasannya menjawab bahwa menurut kepala Personalia, gaji buruh tersebut terlalu tinggi dan jika tidak puas dapat langsung berhubungan dengan Personalia. Buruh tersebut telah bekerja lebih dari 10 tahun, kemudian menemui saya dan dengan agak takut-takut menanya, kenapa gajinya tidak naik. Menurut anggapannya, gajinya sebesar Rp.1.200 per hari masih relatiF kecil, sedangkan Ia mempunyai 3 orang anak dan gaji tersebut hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja dan Ia masih belum mampu menabung.
Saya tidak menjawab pertanyaannya secara langsung dan memberikan ilustrasi sebagai berikut: Pekerjaan anda adalah mengangkat karung yang berisi poultry feed. Buruh yang baru diterima pada umur 18 tahun, mendapat upah Rp.600 per hari, dan mampu mengangkat sebanyak 100 karung per hari, berarti setiap karung biayanya adalah sebesar Rp.6,- Sedangkan anda, karena umur sudah di atas 40 tahun, hanya mampu mengangkut 80 karung perhari, tetapi gaji anda telah mencapai Rp.1.200/hari atau biaya 1 karung = Rp.15,- Mana yang lebih murah, Rp.6 per karung atau Rp.15 per karung? Jika menurut pertimbangan ekonomi, anda harus diberhentikan dan diganti dengan buruh yang lebih murah dan produktif, tetapi perusahaan tidak memberhentikan anda dan perusahaan hanya membatasi kenaikkan gaji anda agar perbandingan gaji anda tidak terlalu jauh dengan gaji buruh lainnya yang setara. Meskipun penggajian ini kelihatannya tidak adil bagi anda, tetapi justru lebih adil bagi karyawan lainnya yang lebih produktif. Buruh ini keluar dari kamar Personalia dengan bengong, karena apa yang dijelaskan kelihatannya masuk diakal, tetapi kenyataan hidup yang harus dihadapi makin sulit.
Semoga bermanfaat.

by : Herman Pattioso

Read More......

Talent Management is the way…

Belakangan ini kata-kata Talent Management begitu sering didengar, menjadi pembicaraan hangat di banyak organisasi dan di kalangan HR. Mengapa Talent Management menjadi penting bagi sebuah organisasi? Sebenarnya apa Talent Management? Pertanyaan ini mungkin pernah terbersit dalam pikiran pada saat mendengar kata-kata tersebut di atas.

Talent adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki keterampilan, pengetahuan, pengalaman, kemampuan belajar dan berkembang, kepintaran, karakter dll dapat dikatakan sebagai kompetensi yang sesuai, diperlukan dalam sebuah organisasi. Sedangkan Talent Management adalah sebuah proses terintegrasi dari pembelajaran, tumbuh secara berkesinambungan, meningkatkan kinerja dan pengembangan pada berbagai tingkatan dalam organisasi.

Bagi suatu organisasi, tenaga kerja adalah asset, bukan suatu komoditi, oleh karenanya organisasi akan mengelola, merencanakan, mempertahankan assetnya dengan sebaik mungkin.

Tenaga kerja dengan Talent yang sesuai dapat membantu perusahaan untuk mencapai visi dan misi serta mewujudkan strategi yang sudah ditetapkan untuk dapat bersaing, bertahan dan bertumbuh dalam dunia bisnis.

Dewasa ini dengan ketatnya persaingan dalam dunia usaha, agar suatu organisasi dapat tetap menancapkan giginya, bersaing, bertahan dan bertumbuh dalam percaturan bisnis yang ada, perebutan Talent tidak dapat dihindarkan. Kehadirannya menjadi begitu penting bagi suatu organisasi.

Seperti telah disampaikan di atas, mengelola tenaga kerja adalah tanggung jawab sebuah organisasi. Apalagi bila mengelola dan mengembangkan Talent, tentunya berkaitan dengan gerak langkah sebuah organisasi, seluruh jenjang di dalamnya terlibat untuk memperkuat dan mengembangkan setiap Talent yang dimiliki.

Mengelola Talent agar tepat sasaran dalam arti sesuai dengan kebutuhan organisasi untuk mencapai visi, misi dan strategi perusahaan tidaklah mudah.
Talent dan Organisasi adalah seperti sekeping mata uang logam, ada dua sisi dalam kepingan tersebut.
Organisasi :
Apa visi, misi dan strategi suatu organisasi
Talent :
Tenaga kerja atau Talent adalah asset yang harus dimiliki, dikelola, dikembangkan, direncanakan untuk mencapai tujuan organisasi.

Setiap jenjang dan pemimpin organisasi akan selalu berhadapan dengan masalah ”keping uang logam” organisasi dan Talent. Apakah Talent yang dimiliki sekarang telah sesuai dengan tujuan organisasi pada saat ini. Apakah Talent tersebut dapat dikembangkan dan dipertahankan untuk menjawab kebutuhan dan tantangan organisasi di masa mendatang. Apabila jawabannya adalah ”tidak” lalu apa yang harus dilakukan dan apabila ”ya” bagaimana langkah selanjutnya.

Pembahasan ini menjadi menarik apabila jawabannya adalah ”tidak”, maka organisasi tersebut haruslah mencari Talent yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan organisasi tersebut, dalam hal ini dapat dengan membeli atau meminjam Talent yang diperlukan.
”Membeli” artinya Talent tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi sejak hari pertama Talent bergabung.
”Meminjam” artinya Talent tersebut akan menjadi bagian dari organisasi untuk suatu jangka waktu tertentu.

Bagaimana sebuah organisasi melakukan proses seleksi pada Talent yang dimilikinya untuk dapat mengetahui apakah mereka sesuai dan memiliki kesiapan untuk menjawab kebutuhan dan tantangan organisasi sekarang dan masa mendatang. Proses seleksi inilah disebut assessment center.

Dalam assessment center digunakan berbagai macam alat untuk dapat memberikan indikator potensi dan kesiapan seorang Talent. Pada umumnya alat yang digunakan adalah untuk profilling Talent, atau simulasi suatu pekerjaan tertentu, misalnya dilakukan in tray, group discussion, presentation, analisa pemecahan masalah, decision making, case study, untuk mendapatkan gambaran utuh tentang Talent tersebut.

By: Cosmas Wardojo


Read More......

Pentingnya Komunikasi Untuk Mensosialisasikan Benefit Karyawan

Dilihat dari tujuan utama pemberian benefit kepada karyawan yaitu antara lain untuk meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaannya dan untuk memotivasi karyawan. Dengan tujuan ini Perusahaan cukup serius dalam menangani benefit bagi karyawan. Perusahaan mengerti bahwa masalah ini sangatlah penting.
Seperti kita semua ketahui, sulit untuk mencapai kepuasan bagi seluruh karyawan secara merata, karena kebutuhan tiap orang berbeda-beda. Perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan karyawan agar karyawan merasa nyaman dalam bekerja di dalam perusahaan, namun tentu tidak semua karyawan puas dengan kebijakan perusahaan yang diambil. Salah satu benefit untuk mencapai tujuan seperti yang disebutkan diatas adalah jaminan kesehatan karyawan.

Untuk penerimaan benefit ini kepada karyawan, maka tentu saja perlu komunikasi dua arah. Mengapa komunikasi penting? Ya, memang harus ada komunikasi supaya tujuan pemberian benefit tidak sia-sia tentunya... Ingat pepatah mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang...

Komunikasi adalah hal yang penting bagi Perusahaan dan karyawan untuk mensosialisasikan, memahami, mengapresiasi dan melaksanakan benefit. Namun, hanya sedikit saja yang yakin bahwa perusahaan telah mengkomunikasikan dan karyawan telah memahami dengan baik mengenai adanya benefit terutama jaminan kesehatan ini.
Mengapa ada kesenjangan dalam komunikasi antara karyawan dengan perusahaan terutama pada program benefit jaminan kesehatan ini?
Sebuah lembaga bernama Colonial Life yang berkantor di Columbia, AS melakukan survei atas 650 orang manajer HR dan administrator benefit dengan menanyai mereka tentang benefit yang mereka sediakan dan sejauh mana karyawan memahami adanya benefit tersebut. Hampir lima persen manajer berpikir bahwa karyawan mereka bahkan tidak tahu-menahu perihal benefit yang tersedia bagi mereka.

Dalam sebuah survei terpisah jauh sebelumnya, yang dilakukan oleh Watson Wyatt Worldwide, ditemukan fakta bahwa karyawan lebih menghargai perusahaan yang memberikan benefit lebih sedikit namun dijelaskan dengan baik, ketimbang perusahaan yang benefitnya banyak namun mereka tidak tahu karena tidak ada penjelasan yang memadai.

Dari uraian di atas, dapat dilihat betapa pentingnya komunikasi antara perusahaan dan karyawan dalam hal benefit. Masalah komunikasi ini ternyata sering kali muncul dalam menjelaskan benefit. Kita berada di tengah antara perusahaan dan karyawan, dapat bertanya pada diri kita sendiri: apakah kita sendiri mengerti mengenai kebijakan, ketentuan dan prosedur benefit terutama jaminan kesehatan dan juga telah mengkomunikasikannya kepada karyawan di lingkungan atau area kita?

Personalia adalah pintu pertama berarti bagian yang langsung berhadapan dengan karyawan, sehingga mau tak mau personalia diharapkan mengetahui asuransi yang dipergunakan dan prosedur klaim untuk membantu karyawan baik informasi maupun kasus-kasus yang muncul.

Disini kita tidak membahas mengenai ketentuan asuransi kesehatan yang kita laksanakan, manfaat yang kita atau karyawan terima, cara klaim atau sebagainya. Mungkin kebanyakan kita mengetahui benar hal tersebut. Tapi yang menjadi permasalahan apakah disekitar kita memahami benar mengenai benefit tersebut?

Peran kita sebagai orang yang berada di antaranya menjadi jembatan bagi perusahaan dan karyawan. Komunikasi yang kita lakukan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu komunikasi ke atas, misalnya kita berkomunikasi ke para pimpinan perusahaan dan komunikasi ke bawah, yaitu komunikasi dari tingkat yang lebih tinggi ke arah bawah. Ini sangat penting dan memang sulit. Kita harus menjelaskan ke karyawan, juga kita mendengarkan dan menerima masukan-masukan yang kemudian disampaikan ke manajemen perusahaan.
Kecanggihan pada era globalisasi saat ini, sungguh mengagumkan. Komunikasi menjadi lebih mudah dilakukan seperti dengan: surat elektronik (e-mail) yang dapat langsung diterima dalam hitungan per detik, kotak pesan (messanger), telepon genggam (mobile phone), SMS (short messanger service), 3G, dan seterusnya. Semua kemudahan tersebut memang tidak menjamin bahwa komunikasi akan berjalan lancar, dalam arti bisa diterima dan dipahami oleh pihak penerima.

Permasalahan yang timbul dalam komunikasi ini adalah:

  1. Mendengarkan, masing-masing pihak berusaha untuk bicara sehingga tidak ada yang mendengarkan. Informasi yang disampaikan tentu akan sia-sia
  2. Empati, jika mendengarkan tanpa empati, akan percuma saja berkomunikasi antar pihak. Dengan empati, diharapkan masing-masing pihak memahami permasalahan yang ada. Atau mudah berempati, alias termanipulasi oleh pihak lain, sehingga tidak efektif dalam penyampaian?
  3. Saling adu bicara, lalu siapa yang mendengarkan?
  4. Kurang pemahaman akan informasi yang akan disampaikan.
  5. Bahasa dengan banyak jargon dan kecepatan pengucapan, yang sulit didengar dan dipahami oleh penerima
  6. Cara penyampaian, karena akan lebih mudah menyampaikan kabar gembira daripada kabar yang lebih buruk.
  7. Sulit menerima umpan balik.
    dan seterusnya - yang tentu dapat diteruskan oleh Anda.

Oleh karena itu, kita perlu mengikuti kiat mempelajari keterampilan berkomunikasi, yaitu:

  1. Harus menyadari mengapa keterampilan komunikasi penting dikuasai dan apa manfaatnya bagi kita
  2. Harus memahami arti ketrampilan berkomunikasi dan bentuk-bentuk perilaku komponennya yang perlu kita kuasai untuk mewujudkan keterampilan itu
  3. Harus rajin mencari atau menemukan situasi-situasi dimana kita dapat mempraktikkan ketrampilan tersebut
  4. Tidak boleh segan atau malu meminta bantuan orang lain untuk memantau usaha kita serta memberikan penilaian tentang kemajuan yang sudah kita capai maupun kekurangan yang masih kita miliki
  5. Tidak boleh bosan belajar atau berlatih. Keterampilan berkomunikasi tersebut harus kita praktekkan terus menerus.
  6. Keseluruhan latihan tersebut harus kita bagi dalam satuan-satuan atau bagian-bagian tertentu, agar setiap kali dapat kita rasakan keberhasilan usaha kita. Misalnya, berlatih membangun sikap percaya, mengungkapkan pikiran secara jelas, mendengarkan dan sebagainya.
  7. Akan sangat menolong bila kita dapat menemukan teman yang dapat kita ajak sebagai lawan berlatih.
  8. Keterampilan berkomunikasi dengan seluruh komponen atau bagiannya teresbut harus terus menerus kita latih dan pratikkan, sampai akhirnya menjadi bagian dari diri kita
Lalu apakah yang perlu kita lakukan?
Sebenarnya banyak cara untuk dapat menyampaikan kepada karyawan mengenai benefit yang mereka terima melalui media seperti misalnya:
1. buku panduan, yang dapat diakses di web perusahaan
2. program sosialisasi kepada karyawan di lokasi kerja
3. brosur atau surat atau email
4. majalah atau milis khusus karyawan
5. melalui video
6. melalui pertemuan dalam sebuah tim, atau bahkan
7. melalui pertemuan tatap muka secara pribadi

Jadi media apakah yang telah kita terapkan untuk dapat menyampaikan benefit kepada karyawan, sehingga karyawan juga termotivasi dan berkomitmen terhadap perusahaan, dan karyawan juga merasakan bahwa perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan jaminan kesehatan bagi dirinya dan keluarganya, sehingga dapat secara nyaman dan aman bekerja.

Colonial Life menanyai para manajer mengenai metode yang mereka gunakan untuk mengkomunikasikan mengenai benefit kepada karyawan, dan hasilnya sebagai berikut:
1. 90% manajer mengatakan, pertemuan tatap muka langsung dengan karyawan akan sangat meningkatkan pemahaman mereka mengenai benefit yang disediakan perusahaan, namun hanya 58% yang melakukannya.
2. 80% menggunakan metode pertemuan kelompok untuk menjelaskan soal benefit
3. 44% menjelaskannya melalui internet
4. 40% meminta karyawan untuk mencari tahu sendiri.

Dari survei di atas, kita dapat melihat mana metode yang efektif agar kita dapat mengkomunikasikan benefit perusahaan kepada karyawan. Kecanggihan teknologi tidak dapat menjamin akan terjadi komunikasi yang baik. Kita telah memberikan sosialiasi mengenai jaminan kesehatan kepada pertemuan kelompok, dan seluruh informasi mengenai benefit terutama jaminan kesehatan dapat diperoleh dari web perusahaan, namun apakah kita telah menerapkan pertemuan tatap muka langsung dengan karyawan sehingga meningkatkan pemahaman mereka tentang benefit yang ada?

Sumber:
- Blog: Beautiful Mind, 2008
- Dr. A. Supratiknya, Komunikasi Antarpribadi, 2000
- George A. Miller, Language and Communication, 1963
- Joseph A. DeVito, Komunikasi Antarmanusia, 1997
- Michael Armstrong and Helen Murlis, Reward Management, 2003


by : Elfiria

Read More......

PGA : Tantangan dan Kesempatan di dalam Situasi Krisis

Seorang rekan PGA BU pernah menceritakan keluh kesah karyawan di tempatnya sehubungan dengan kesulitan yang dihadapi karyawan tersebut akibat krisis yang terjadi saat ini. Kenaikan harga kebutuhan pokok membuat karyawan bingung dalam mengatur keuangannya. Di sisi lain pemerintah sudah sering meminta kalangan dunia usaha dan masyarakat untuk melakukan efisiensi, bahkan mulai bulan Agustus pemerintah sudah menata waktu kerja karyawan dengan mengeluarkan SKB 5 menteri. Sebagai bagian dari dunia usaha di Indonesia tentunya perusahaan tempat kita bekerja tidak akan bisa lepas dari permasalahan tersebut termasuk dalam mendukung kebijakan pemerintah. Lalu apa hubungannya kedua hal di atas dengan PGA BU?. Atau peran apa yang akan dilakukan oleh PGA BU dalam situasi sekarang?

Yang menghubungkan kondisi di atas dengan PGA BU adalah posisi atau tugas dan tanggung jawab PGA di dalam Business Unit. Tugas dan tanggung jawabnya akan membuat PGA berada di garis depan mewakili management berhadapan langsung dengan semua pihak yang terkena dampak krisis atau perubahan. Contoh diatas hanyalah salah satu hal kecil dari sisi internal yang dihadapi PGA BU. Masih banyak permasalahan internal lain yang lebih besar akan dihadapi PGA BU dalam menjalankan tugas sebagai Personalia dan General Affairs. Selain internal, permasalahan eksternal (Community Development) juga akan muncul seiring dengan krisis yang dialami masyarakat sekitar Business Unit. Kalau disederhanakan terdapat 2 hal besar yang dihadapi seorang PGA dalam situasi krisis sekarang yaitu :
A. Permasalahan Internal :
  1. Sosialisasi dan implementasi kebijakan yang dikeluarkan perusahaan dalam menghadapi krisis kepada setiap pihak di Business Unit masing-masing. Saat ini semua perusahaan umumnya mempunyai program untuk melakukan efisiensi, paling tidak dari sisi penggunaan energi (baik karena kesadaran sendiri maupun untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam penghematan energi). Karena kebijakan itu berhubungan dengan banyak pihak, biasanya akan mendapatkan reaksi dari orang lain baik itu yang sifatnya menolak maupun mendukung. Disini dibutuhkan kemampuan seorang PGA untuk mampu menterjemahkan kebijakan tersebut dalam bahasa yang sesuai dengan kondisi masing-masing BU tanpa harus mengurangi goals yang ingin dicapai pihak management.
  2. Menangkap dan mengolah aspirasi karyawan yang terkena langsung krisis secara umum maupun akibat kebijakan perusahaan. Krisis yang terjadi akan mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan setiap orang. Kalau perubahan yang sesuai dengan keinginan karyawan tentunya tidak akan ada masalah. Tetapi kalau kita ikuti berita atau dengan mengamati lingkungan sekitar yang menjalankan program efisiensi/ penghematan maka umumnya reaksi yang terjadi adalah ketidaknyamanan atau bahkan penolakan. Kondisi secara umum saja sudah membuat susah (misal akibat kenaikan harga kebutuhan pokok) apalagi ditambah dengan “masalah baru” dalam pekerjaan. Dan wajar kalau kondisi tersebut juga terjadi disetiap BU. Disinilah muncul tantangan bagi seorang PGA BU untuk mengolah respon dari setiap pihak yang terlibat dalam proses bisnis untuk kemudian dipergunakan untuk kebaikan semuanya.

B. Permasalahan Eksternal :

  1. Menghadapi tuntutan dan ancaman lingkungan yang semakin meningkat karena kesulitan hidup di tengah-tengah krisis yang terjadi. Data keamanan yang ada memperlihatkan tuntutan masyarakat yang berada di sekitar BU semakin beragam. Kondisi sulit yang terjadi ditengah-tengah masyarakat akibat krisis akan membuat lingkungan sekitar BU akan mencoba segala cara untuk mendapatkan sebanyak mungkin “bantuan” dari setiap perusahaan yang ada di wilayah mereka. Bahkan bila tidak memungkinkan dengan jalur legal, kemungkinan dengan jalur ilegal seperti pencurian, pemalakan akan dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok.
  2. Menjalankan kebijakan perusahaan terhadap masyarakat atau lingkungan
    Program efisiensi yang dilakukan perusahaan tentunya akan berpengaruh juga terhadap besaran nominal bantuan yang bisa diberikan perusahaan kepada masyarakat di sekitar perusahaan. Padahal di pihak lain disituasi normal saja masyarakat umumnya akan selalu mencoba meminta kenaikan bantuan setiap tahun. Sehingga dalam situasi krisis saat ini tidak akan berlebihan jika masyarakat selalu mencoba meminta lebih walau disisi lain adalah sangat wajar juga setiap perusahaan akan mencoba untuk mengecilkan atau setidaknya tidak ada kenaikan disetiap pos pengeluaran termasuk untuk lingkungan. Disinilah tantangan bagi PGA BU bagaimana caranya menyusun program sesuai dengan kebijakan perusahaan sekaligus juga bisa menciptakan komunikasi yang efektif kepada masyarakat.

Karena kondisi disetiap lokasi sangat bervariasi maka tidak akan bisa diperoleh suatu rumusan yang dapat diterapkan di setiap tempat. Tetapi beberapa usulan dibawah bisa dijadikan referensi untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada di setiap unit :
Untuk menjawab tantangan Internal di atas paling tidak dapat dilakukan hal-hal berikut :

  1. Kenali prioritas bisnis yang sedang terjadi atau dilakukan di lapangan.
    Untuk mengetahui prioritas tersebut dibutuhkan pengenalan yang mendalam terhadap apa yang sedang terjadi di dalam proses bisnis. Pengenalan tentunya membutuhkan komunikasi dan interaksi kesetiap pihak yang mempunyai otoritas dalam menentukan kebijakan disetiap lokasi. Tetapi interaksi atau komunikasi itu hanya akan efektif jika sebelumnya sudah mengetahui tujuan yang ingin dicapai. Prioritas sangat menentukan jenis supporting yang dibutuhkan oleh operasional. Kesalahan dalam membaca kebutuhan business akan menyebabkan tidak efektifnya support yang diberikan oleh PGA BU. Sebaliknya jika cocok maka support yang diberikan akan sangat membantu operasional dalam mencapai targetnya, dan setiap pertanyaan yang muncul dari karyawan akibat kebijakan perusahaan akan terjawab juga.
  2. Kenali secara detail tugas dan tanggung jawab PGA serta keterkaitannya dengan situasi internal
    Secara umum tugas dan tanggung jawab PGA hampir sama jenisnya di setiap lokasi. Kalaupun ada perbedaan umumnya muncul karena kekhasan dari bidang bisnis sehingga memunculkan satu atau dua jenis pekerjaan tertentu yang tidak terdapat di bisnis lain. Satu hal yang pasti adalah semua tugas-tugas tersebut fungsinya untuk mendukung BU dalam mencapai targetnya. Pengenalan secara detail setiap seluk beluk pekerjaan PGA akan memudahkan kita dalam mengaitkannya dengan prioritas bisnis di setiap kondisi. Sebagai contoh dalam masalah penghematan energi, pengenalan yang mendalam terhadap seluk beluk AC atau peralatan listrik akan memudahkan mengatur atau menentukan tindakan yang paling baik untuk semua pihak dalam arti tujuan perusahaan akan penghematan terpenuhi tetapi juga tanpa harus mengganggu efektifitas kerja karyawan lain.
  3. Skala prioritas yang jelas
    Sebenarnya tugas-tugas rutin PGA sudah sangat menyita waktu setiap hari. Hanya pengenalan yang mendalam terhadap setiap detail pekerjaan tersebut yang akan mempermudah dalam membuat skala prioritas dalam melaksanakannya. Ketika ada kebijakan baru yang dikeluarkan perusahaan dalam melewati situasi krisis saat ini, maka pengenalan akan semua tugas PGA serta keterkaitannya dengan prioritas bisnis BU akan mempermudah dalam menentukan mana pekerjaan yang harus didahulukan dan kesiapan dalam menyelesaikan setiap dampak yang muncul akibat implementasi kebijakan tersebut.
  4. Inovasi tiada henti
    Setiap masalah atau krisis selalu menghasilkan 2 sikap yaitu, sikap menyerah atau menganggap masalah sebagai tantangan untuk melakukan inovasi atau kreativitas. Semua orang pasti akan setuju bahwa krisis sekarang akan membuat tugas-tugas semakin berat dan banyak. Tetapi sikap berfikir posistif disertai kemauan yang kuat selalu menghasilkan inovasi baru untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul.

Permasalahan eksternal yang muncul tidak kalah rumitnya dengan permasalahan internal. Bahkan bagi seorang PGA permasalahan eksternal (terutama yang berhubungan dengan masyarakat sekitar) sering boleh jadi lebih memusingkan dengan permasalahan internal. Hal ini terjadi terutama dilokasi-lokasi tertentu yang masyarakatnya cenderung selalu “melakukan” gangguan terhadap perusahaan. Dalam masa krisis saat ini paling tidak dibutuhkan hal-hal berikut :

  1. Usahakan selalu punya data terbaru demography masyarakat
    Pengenalan terhadap kondisi masyarakat sekitar sangat menentukan efektifitas kebijakan (terutama bantuan) yang dikeluarkan perusahaan. Dalam situasi krisis dimana tuntutan masyarakat terhadap perusahaan semakin besar, dibutuhkan selalu data terbaru kondisi masyarakat disekitar perusahaan. Sebagai contoh, mungkin saja sudah terjadi perubahan komposisi kelompok atau tokoh yang berpengaruh di masyarakat. Akibatnya bantuan atau komunikasi yang dilakukan tidak akan menjawab kebutuhan perusahaan atau bahkan malah menimbulkan masalah yang lebih besar.
  2. Prioritas program yang sesuai dengan kondisi lapangan
    Sama seperti dalam penyelesaian masalah internal, situasi krisis sangat membutuhkan kejelian dalam menyusun prioritas program dalam bidang eksternal. Bisa saja akan terjadi pengurangan pengeluaran untuk pos tertentu, melakukan perubahan dalam pengeluaran atau bahkan menghilangkannya. Tetapi perubahan tersebut tetap harus tidak mengurangi situasi kondusif atau aman bagi BU dalam menjalankan bisnis. Untuk itu data terbaru dan detail dari komposisi masyarakat atau lingkungan BU akan sangat menentukan dalam membuat prioritas program yang bisa dijalankan. Tidak semua tuntutan masyarakat bisa dipenuhi tetapi prioritas program yang sesuai dengan kondisi lapangan paling tidak akan menyelesaikan permasalahan utama yang harus dihadapi.
  3. Pola komunikasi yang sesuai dengan kebutuhan lapangan (networking)
    Tidak mungkin setiap tuntutan masyarakat yang berhubungan dengan dana bisa dipenuhi oleh perusahaan. Untuk itu kemampuan dalam melakukan komunikasi yang efektif kepada tokoh atau golongan yang tepat akan sangat membantu dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Bukan hanya itu, program yang dijalankan juga membutuhkan komunikasi yang efektif agar semua pesan yang ingin disampaikan perusahaan bisa diterima dengan jelas oleh orang atau kelompok yang tepat. Pola komunikasi disetiap lokasi pasti akan berbeda karena sangat dipengaruhi oleh budaya atau kebiasaan lokal.
  4. Program dan pertanggung jawaban yang jelas
    Prioritas program yang dilakukan harus memunculkan kegiatan yang tepat sasaran. Karena bisa jadi niat yang baik tetapi jika tidak disertai dengan pelaksanaan yang baik akan menimbulkan permasalahan baru. Untuk itu harus selalu bisa dipastikan bahwa disetiap kegiatan yang dilakukan semua unsur pendukung dalam program tersebut ikut berperan serta. Sebagai contoh, bantuan kepada salah satu tokoh atau kelompok hanya akan berguna atau efektif jika hal tersebut bisa menimbulkan dampak luas bagi masyarakat lainnya. Dari sisi perusahaan, setiap pengeluaran membutuhkan laporan rincian pertanggungjawaban yang jelas. Karena laporan ini akan sangat membantu dalam menentukan kebijakan selanjutnya dimasa mendatang.

Akhirnya kalau meminjam kriteria yang dipakai Mbah Dave Ulrich dalam buku HR Champion, dengan menjalankan semua kegiatan tersebut berarti kita sudah menjadi (paling tidak mendekati kriteria) PGA yang champion karena sudah mampu mempertanggung jawabkan semua tugas yang dipercayakan ( administrasi dengan data yang akurat dan transparan), punya kontribusi yang nyata dalam menghadapi krisis yang terjadi saat ini, melakukan terobosan dan inovasi dalam membuat dan menjalankan program ditengah kesulitan dan terakhir semua peran atau program yang kita lakukan ternyata dapat mensupport pimpinan BU (operasional) menjalankan kegiatan bisnis dengan baik ditengah-tengan krisis sekarang ini. Jadi situasi krisis tidak menurunkan sisi profesionalitas kita dengan turunnya standar atau kualitas pelayanan kepada BU. Kualitas harus minimal sama bahkan sangat memungkinkan untuk terus meningkat. Hebat bukan......

by : Jimmy Perangin Angin

Read More......

Mencegah Bagaimana INFORMASI RAHASIA Dapat Jatuh Ketangan Yang Salah/Lawan

Beberapa bulan yang lalu,tepatnya pada hari Senen tanggal 16 juni 2008 pkl. 19.00, disalah satu siaran TV Swasta, kita dikejutkan dengan adanya berita, salah seorang pejabat tinggi pemerintahan Kerajaan Inggris, telah diberhentikan dengan tidak hormat karena lalai membawa pulang dokumen penting dan tertinggal dibangku kereta bawah tanah. Dokumen tersebut diketemukan oleh seorang pelajar dan kemudian diserahkan ke Polisi setempat, yang selanjutnya mengamankannya dan mengembalikannya ke Departemen asalnya.
Akhir2 ini terjadi percobaan penipuan dengan Modus Operandi kecelakaan keluarga, kemudian menghubungi keluarga melalui HP atau telepon rumah, dengan memanfaatkan data keluarga dekat maupun keluarga jauh, sehingga ”korban” percaya dengan ”berita” yang dikirim. Selanjutnya keluarga korban akan kehilangan sejumlah biaya yang cukup besar.
Dari peristiwa tersebut, dapat diambil pelajaran yang sangat berharga, yaitu bahwa kemungkinan besar hal tersebut akan dapat juga terjadi pada diri kita, karena faktor kesengajaan atau ketidaksengajaan. Sengaja menyerahkan dokumen karena alasan pribadi, seperti untuk mengatasi masalah keuangan keluarga, atau seperti ajakan untuk bermitra dalam suatu usaha Bisnis, atau tidak sengaja menyerahkan dokumen karena kepandaian lawan, contohnya mungkin dengan memanfaatkan wanita sebagai umpan.

Lalu bagaimana upaya kita untuk menghindarinya ?

Sebelumnya, kita perlu ketahui, bahwa INFORMASI itu dapat berupa Data tertulis seperti Dokumen atau surat2, maupun tidak tertulis seperti berita melalui pembicaraan langsung atau melalui alat komunikasi.

Ada 3 ( tiga ) langkah yang dapat kita lakukan,
1. Klasifikasikan Informasi yang dimiliki,
2. Ketahui modus operandi yang biasa dilakukan,
3. Lakukan upaya pencegahan,

Langkah 1(Pertama), Klasifikasikan Informasi yang dimiliki,

Pada dasarnya, informasi terbagi dalam tiga periode, yaitu informasi masa lalu (past information), informasi saat ini (current information) dan informasi ramalan (Forcasting Information).

Nah, kemudian informasi2 tersebut dibagi dalam 4 (empat) klasifikasi sesuai tingkat kepentingannya/kerahasiaannya (Cat. Klasifikasi ini dapat lebih, sesuai yang dibutuhkan), seperti :

  1. Informasi Biasa , tingkat paling rendah, informasi tersebut boleh diketahui oleh semua orang.
  2. Informasi terbatas/ konfidensial, informasi tersebut boleh diketahui terbatas pada orang2 tertentu saja.
  3. Informasi Rahasia , informasi hanya boleh diketahui oleh orang2/pejabat pada level tertentu , dan sudah disimpan pada tempat khusus .( Peti besi , Bank dll )
  4. Informasi sangat rahasia , tingkat paling tinggi, informasi hanya boleh diketahui oleh oleh orang2/pejabat yang sangat2 terpilih , dan disimpan pada tempat yang lebih khusus, ( Ruangan dengan pengamanan tingkat tinggi, Bank dll ) .

Klasifikasi ini dapat bersifat statis, dapat pula dinamis, mengikuti situasi yang berkembang saat itu, seperti klasifikasi biasa dapat berubah menjadi rahasia atau sebaliknya yang rahasia dapat menjadi biasa karena sudah terbuka untuk umum.

Perubahan klasifikasi dapat terjadi karena kesengajaan atau ketidak sengajaan seperti sengaja diturunkan klasifikasinya karena memang bukan rahasia lagi , atau tidak sengaja terbuka karena lalai atau teledor, sehingga diketahui oleh orang yang tidak berhak.
Perubahan klasifikasi ini harus segera diikuti oleh perubahan administrasi, agar informasi yang tadinya bersifat biasa kemudian berubah menjadi Rahasia dapat diperlakukan sebagai Informasi Rahasia .

Langkah ke 2 (Kedua), Ketahui Modus Operandi Yang Biasa dilakukan,

Untuk mendapatkan informasi biasa, pada umumnya sangat mudah diperoleh, seperti dari media cetak, koran majalah dan buku2, atau media elektronik seperti TV, Radio atau internet. Persoalan akan timbul bila ingin mendapatkan informasi Rahasia atau Sangat Rahasia, sangat sulit diperoleh, karena pada umumnya sudah diamankan oleh manusia yang dilengkapi dengan peralatan yang sangat canggih. Namun karena semua direncanakan, diciptakan dan dilaksanakan oleh manusia, maka selalu ada celah atau kelemahan yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi rahasia tersebut.
Oleh sebab itu, untuk memperoleh informasi rahasia tersebut, sasaran pokoknya adalah manusianya, manusia yang merencanakan, yang melaksanakan maupun yang ditunjuk untuk mengawasinya, bahkan untuk membongkar peralatannya, sasarannya tetap manusia yang mengoperasikan peralatan tersebut.

Lalu, bagaimana mengetahui Modus Operandi yang biasa dilakukan ?

Modus Operandi yang dilakukan biasanya, melalui langkah2 :
1. Menentukan sasaran,
2. Menentukan cara (Taktik dan Teknik)mendekati sasaran.

1. Menentukan sasaran,
Selama ini yang dapat dijadikan sasaran adalah :
a. Sasaran Utama atau Sesungguhnya,
Sasaran Utama, adalah sasaran yang mempunyai akses langsung, atau mempunyai kewenangan atau mempunyai kekuasaan langsung atau dapat memerintahkan kepada orang lain untuk memberikan informasi yang kita inginkan. (PresDir, Dir,atau calon ”korban” dll).
b. Sasaran Alternatif,
Adalah sasaran yang kita pilih bila sasaran utama tidak dapat didekati, atau tidak dapat memberikan informasi yang kita perlukan. Sasaran ini adalah seseorang yang sangat dekat atau sangat dipercaya atau sangat tergantung atau sangat diperlukan atau sangat berpengaruh dengan sasaran utama. Atas pengaruh dari sasaran antara ini, kemungkinan sangat besar Sasaran Utama akan terpengaruh untuk secara sengaja atau tidak sengaja akan memberikan informasi. (Isteri, Orang tua, Anak, Penasehat spiritual, Sekretaris dll )
c. Sasaran Darurat,
Adalah sasaran yang kita pilih bila a dan b tidak dapat didekati atau dipengaruhi sehingga kita tidak dapat mendapatkan informasi yang kita butuhkan. Sasaran ini adalah seseorang yang mempunyai akses langsung terhadap sasaran a dan b, sehingga melalui dirinya diharapkan dapat diperoleh informasi yang kita butuhkan, atau cara2 untuk mendapatkan informasi, langsung tanpa melalui sasaran a atau b (Sopir, OB, Cleaning Service, PRT, Tkg Pijat favorit, Tkg sayur, Mbok Bakul Jamu, Tkg Bakso, dll)

2. Menentukan cara mendekati sasaran,
a. Siapa yang akan melaksanakan.
Untuk menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas, kita perlu menentukan siapa sasaran kita, hal ini untuk menghilangkan kecurigaan sasaran kita. Kalau orang yang kita tunjuk tidak tepat atau tidak setingkat (kesetaraan menjadi sangat penting), kemungkinan akan ditolak untuk berkomunikasi langsung.
b. Apa yang kita cari, akan merupakan bahan pembicaraan utama, namun demikian perlu dicari bahan pembicaraan antara, tidak langsung kepokok permasalahan, sehingga Orang tersebut dapat diterima oleh sasaran kita, dan dapat nyambung pembicaraannya, jangan sampai bisa masuk tetapi tidak nyambung pembicaraannya.
c. Dimana kita akan berkomunikasi, lokasi/tempat dapat ditentukan atas inisiatif kita atau atas inisiatif sasaran, yang terbaik adalah kita yang menentukan, karena akan dapat mempersiapkan segala sesuatunya, seperti alat perekam, foto dll.
d. Kapan waktu pertemuan, sama dengan point c. Pemilihan waktu menjadi sangat penting, karena pemilihan yang tidak tepat akan mengganggu privacy. Waktu juga menentukan keberhasilan, dapat selesai dalam waktu dekat atau panjang, sangat tergantung dari keberhasilan kita meyakinkan sasaran.
e. Bagaimana kita dapat mendekati sasaran, merupakan seni tersendiri. Pelaksana akan berperan sebagai apa (taktiknya), sebagai Direktur, wartawan, Konsultan, bahkan sebagai Pacar dll. Peran yang dilakukan harus dilengkapi dengan peralatan pendukung yang memadai (tekniknya), kalau Direktur harus dilengkapi dengan menguasai peran yang dimainkannya. Kalau Wartawan harus dilengkapi dengan alat2 fotografi atau komunikasi, kalau tkg sayur harus tahu sayur2an dll.
Pelaku harus mempelajari perilaku Sasaran, kebiasaan sehari2, sosial budayanya, hobbynya dll.
Kalau kita akan memanfaatkan sasaran Altenatif atau darurat, maka sasaran tersebut harus mendapatkan pengarahan yang akurat, karena kalau gagal dapat menjadi bumerang bagi si pengguna .

Langkah ke 3 (tiga) Lakukan upaya pencegahan,

Kita telah mengetahui bahwa informasi yang kita miliki sebenarnya dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) klasifikasi, disamping untuk mempermudah pencarian, juga untuk meningkatkan pengamanan. Kita juga sudah mengetahui siapa saja yang dapat memberikan informasi dan bagaimana orang akan memperoleh informasi, dari mulai secara terbuka dan sopan sampai dengan cara yang paling gelap dan kejam. Kita mulai menyadari ternyata lingkungan kita sebenarnya tidak sepenuhnya aman, manusia dengan barang2 buatannya, selalu menyimpan kelemahan, oleh sebab itu harus ada upaya untuk mencegah seminimal mungkin, kebocoran informasi .

Ada 4 (empat) langkah yang dapat dilaksanakan :

Langkah 1,
Segera klasifikasikan surat2 yang ada dan simpan sesuai klasifikasinya. Surat-surat yang berubah klasifikasinya segera sesuaikan atau musnahkan, pemusnahan yang terbaik adalah dibakar atau dihancurkan dengan mesin penghancur kertas. Informasi yang tidak tertulis, segera ditransfer ketertulis dan segera diklasifikasi. Penggandaan surat2 Rahasia harus tepat jumlahnya, jangan berlebih. Penggandaan yang berlebih atau rusak segera dihancurkan, jangan karena alasan efisiensi lalu digunakan sebagai kertas buram.
Pengiriman dokumen harus aman dan tepat pengirim dan penerimanya, pembungkus/amplop harus tertutup rapat, tidak mudah terbuka/dibuka .
Meja kerja harus dalam keadaan bersih dari dokumen rahasia, laci meja harus yakin sudah tertutup dan terkunci dengan kunci yang sudah diamankan (kunci tidak mudah dibuat duplikatnya).
Langkah 2,
Selalu waspada terhadap setiap personil yang mendekati, tanpa kepentingan yang jelas .
a. Buatlah pertemuan yang terencana, waktu, tempat dan topik yang akan dibicarakan.
b. Persiapkan materinya sehingga tidak ada materi rahasia yang bakal terungkap, jawab pertanyaan seperlunya.
c. Persiapkan tempat sebaik-baiknya, agar tidak mudah bocor, sebaiknya kita yang menentukan tempat pertemuan.
d. Selesai pertemuan, yakinkan tidak ada dokuman yang tertinggal atau terbawa.
Langkah 3,
Perhatikan kegiatan personil/orang2 yang ada disekeliling anda, apakah Sekretaris, Isteri, Orang Tua, Sopir atau OB, melakukan hal-hal yang tidak biasanya, seperti bertanya masalah pekerjaan yang cukup mendetail.
Kadang2 pertanyaan sangat sederhana, sehingga kita tidak menyadari bahwa pertanyaan tersebut sudah mengorek informasi. Jawab atau bercerita seperlunya, serta waspada terhadap seseorang yang sok akrab.
Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut perlu ada langkah2 preventif, yaitu perekrutan yang cermat dan teliti terhadap personil yang akan membantu pekerjaan anda.
Langkah 4,
Perhatikan sarana komunikasi anda. Pada masa kini, peralatan komunikasi semakin canggih, demikian pula alat-alat penyadap komunikasi sudah sedemikian majunya, sehingga dapat dikatakan sudah tidak ada lagi percakapan melalui alat komunikasi yang benar2 aman tanpa alat pengaman. Oleh sebab itu percakapan rahasia harus dilindungi dengan alat pelindung/pengaman (Crypto), atau tidak melakukan percakapan rahasia melalui alat komunikasi.

Demikianlah, sedikit gambaran, bagaimana Informasi Rahasia dapat jatuh ketangan lawan , sekaligus upaya apa yang dapat kita lakukan untuk mengantisipasinya .


by : Bambang Pangestoe


Read More......

Peranan PGA Dalam Hubungan Industrial

Dalam edisi perdana ini, kami menyajikan tulisan bertajuk ”Peranan PGA Dalam Hubungan Industrial” sebagai pembuka untuk menuju pada pemahaman mengenai Hubungan Industrial yang lebih dalam. Tulisan perdana ini merupakan sharing dari Tim IR dan tentunya kami berharap agar tulisan ini dapat menjadi pedoman bagi PGA dalam pelaksanaan atau implementasi Hubungan Industrial di unit masing-masing dengan memperhatikan segala keunikan dan ciri khas di unit bersangkutan.

Sedikit mengutip definisi dari Hubungan Industrial, Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur Pengusaha, Pekerja dan Pemerintah. Sistem hubungan ini merupakan hubungan yang sifatnya kompleks karena masing-masing aktor dalam Hubungan Industrial mempunyai peran dan fungsi tersendiri yang harus senantiasa diselaraskan untuk mencapai satu tujuan yakni terciptanya Hubungan Industrial yang kondusif. Mari kita melihat kompleksitas hubungan ini dalam kerangka yang lebih dipersempit yaitu dalam lingkup Perusahaan.
Baik Pekerja maupun Pengusaha mempunyai hak dan kewajiban masing-masing yang bukan tidak mungkin berbenturan satu sama lain. Pengusaha berupaya untuk meningkatkan produktivitas Perusahaan. Di sisi lain, tujuan ini harus didampingi dengan peningkatan kinerja dan kompetensi Pekerja untuk dapat memenuhi target produktivitas tersebut. Dari contoh ini terlihat bahwa terdapat komposisi hak dan kewajiban di antara keduanya yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk mencapai tujuan tersebut. Intinya, walaupun Pekerja dan Pengusaha datang dengan membawa beragam hak dan kewajiban, hal ini harus mampu dikolaborasikan untuk mendukung tercapainya performa Perusahaan. Di sinilah pentingnya penyamaan pandangan dan perspektif di antara Para Pihak.

Pentingnya penyamaan pandangan ini dapat difasilitasi salah satunya oleh konsep dan prinsip Hubungan Industrial. Pada dasarnya, Hubungan Industrial mengatur hubungan antara Pekerja dan Pengusaha mulai dari Pekerja masuk hingga Pekerja tidak mempunyai hubungan kerja lagi dengan Perusahaan. Berbicara mengenai Hubungan Industrial, berarti kita akan berbicara mengenai:

Kesemua konsep ini harus mampu dikemas oleh Perusahaan untuk mendukung kegiatan bisnis dan operasional Perusahaan. Tentunya, pengemasan ini perlu disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik bisnis unit masing-masing. Hasil dari pengemasan ini adalah kebijakan atau ketentuan Perusahaan yang dibuat untuk dapat memberikan pedoman bagi Para Pihak dalam pelaksanaan kegiatan Perusahaan. Niscaya, kebijakan atau ketentuan Perusahaan yang terukur dan terarah dapat menjadi faktor pendukung tercapainya tujuan Perusahaan.

Lalu apa Peranan PGA dalam Hubungan Industrial? PGA harus mampu menjadi jembatan atau penghubung antara Pekerja dan Manajemen. Untuk itu, dibutuhkan peran aktif PGA sebagai penterjemah kebijakan Manajemen untuk dapat dipahami dengan baik oleh Pekerja dan kemampuan untuk mendeskripsikan, menyaring, menganalisis secara objektif serta memberikan alternatif solusi atas permasalahan yang terjadi. Walaupun kebijakan atau ketentuan telah dibuat, pemahaman akan peraturan dan pelaksanaan dari peraturan tersebut masih perlu dipastikan. Mengingat hal ini, maka beberapa peranan dari PGA adalah:
  1. Perumus dan pelaksana konsep Hubungan Industrial di lapangan baik yang sudah dituangkan dalam kebijakan atau ketentuan internal Perusahaan maupun kebiasaan yang belum dituangkan dalam kebijakan Perusahaan namun diakui keberlakuannya.
  2. Pemberi informasi yang sifatnya konstruktif bagi kedua belah pihak (Pekerja dan Manajemen).
  3. Sebagai pihak yang dapat berkomunikasi dengan baik dan terarah untuk dapat menciptakan ketenangan bekerja dan berusaha.
  4. Sebagai pihak yang dapat mengaplikasikan kebijakan dan ketentuan Perusahaan sesuai dengan kondisi Business Unit.

Hubungan Industrial merupakan salah satu kunci untuk mendukung pelaksanaan kegiatan Perusahaan untuk mencapai hasil yang maksimal. Pengetahuan, pemahaman dan kemampuan PGA untuk dapat mengaplikasikan konsep Hubungan Industrial tentu akan menjadi salah satu modal yang kuat untuk mencapai tujuan bersama yakni peningkatan produktivitas Perusahaan yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif pada Pekerja.

by : Sylvia



Read More......

Tips Menemukan dan Mengangkat Pegawai

Menemukan dan mengangkat pegawai yang bisa fit dengan culture dan berkontribusi untuk organisasi adalah tantangan bagi setiap recruiter. Berikut ini 10 tips untuk recruitment yang lebih baik:

1. Mengembangkan “kolam kandidat”
Untuk mendapatkan kandidat yang terbaik kita harus mempunyai pilihan dari kandidat-kandidat. Oleh karena itu kita harus mengembangkan “kolam kandidat” dengan mengumpulkan surat lamaran para kandidat yang potensial sebelum kita membutuhkan.
Investasikan waktu untuk menjalin hubungan dengan universitas dan antar recruiter di perusahaan lain.
Bergabunglah dengan asosiasi dan milis yang bertukar informasi atau tempat berkumpulnya para pencari kerja.
Menggunakan jasa professional penyedia tenaga kerja, misalnya: jobsdb, head hunter, dll

2. Mengangkat karena hal yang pasti
Menurut Bruce N. Pfau dan Ira T. Kay, pengarang buku The Human Capital Edge, kita seharusnya mengangkat pegawai karena “hasil kerjanya di masa lampau (organisasi dengan culture yang serupa) sebagai prediktor terbaik perilaku kerjanya di masa depan”. Mereka juga mengatakan anda harus mengangkat kandidat yang mampu “berlari secepatnya” dengan perusahaan sehingga investasi untuk melatih dan mengembangkan hanya untuk kompetensi yang dibutuhkan di masa mendatang.

3. Carilah di dalam
Berikan kesempatan untuk karyawan yang sudah bekerja untuk melamar posisi dan mengikuti program promosi. Selalu menawarkan posisi yang lowong kepada karyawan internal, karena mereka telah mengetahui sasaran dan kebutuhan organisasi.

4. Dikenal sebagai penyedia kerja yang luar biasa
Pfau and Kay mengatakan jangan hanya menjadi penyedia kerja yang luar biasa, tapi perlu orang-orang mengenal perusahaan kita sebagai penyedia kerja yang luar biasa. Bagaimana dengan motivasi karyawan, reward, promosi, accountability, involvement, dll. Hal-hal tersebut menjadi kunci dari menjadi employer of choice. Orang luar akan mempercayai karyawan daripada literatur perusahaan.

5. Libatkan karyawan dalam proses
Ada 3 pilihan dalam melibatkan karyawan dalam proses recruitment:

- Karyawan merekomendasi seseorang sebagai kandidat
- Mereka membantu dalam menyeleksi lamaran dan kualifikais kandidat yang potensial.
- Mereka membantu bersama-sama mewawancara dan menilai cocok atau tidaknya dengan perusahaan.

Dengan menggunakan karyawan potensialnya dalam proses seleksi menciptakan komitmen karyawan tersebut untuk membantu karyawan baru mencapai kesuksesan.

6. Membayar lebih dari kompetitor
Untuk mendapatkan dan mempertahankan kandidat terbaik tentunya membutuhkan kompensasi yang terbaik juga. Banyak perusahaan yang berusaha mendapatkan karyawan yang lebih murah. Kita akan mendapatkan apa yang kita bayarkan. Seandainya kita beruntung mendapatkan orang yang “bertangan emas” karena ada hal-hal yang dia dapatkan di perusahaan. Maka dalam jangka pendek dia akan tidak puas dan mencari pekerjaan baru dengan bayaran lebih.

7. Gunakan benefit untuk menarik kandidat
Pertahankan benefit di atas standard dan apabila memungkinkan tambahkan benefit baru. Kita tidak dapat menjadi employer of choice tanpa memberikan paket benefit yang baik seperti asuransi kesehatan, tunjangan, dll.

8. Mengangkat kandidat ”ter-ter” yang anda temukan
Marcus Buckingham dan Curt Coffman mengatakan bahwa manager yang luar biasa akan mengangkat karyawan yang luar biasa juga. Alasan mengangkat seorang karyawan karena kekuatan yang dimiliki (tercepat, terteliti, dan ter ter lainnya), jangan berharap mengembangkan kelemahan yang dia miliki. Orang tidak akan berubah drastis dan hanya akan menghabiskan waktu.

9. Gunakan situs perusahaan untuk merekrut
Situs perusahaan akan menggambarkan visi, misi, nilai-nilai, sasaran, dan produk dari perusahaan. Hal ini efektif untuk merekrut karyawan, oleh karena itu banyak perusahaan telah menjalankan praktek eRecruitment.

10. Pemeriksaan referensi sebelum mengangkat
Tujuan dari memeriksa referensi dan latar belakang kandidat sebelum mengangkat sangatlah penting. Jangan sampai memasukkan seseorang yang bisa mempengaruhi kondisi dan lingkungan kerja saat ini. Pemeriksaan referensi adalah pintu gerbang terakhir yang memperbolehkan orang luar melangkah masuk ke perusahaan. Keberhasilan perusahaan di masa mendatang ditentukan oleh para recruiter.


“Quality means doing it right when no one is looking”

Sumber:
Diambil dan diolah dari: Top ten recruiting tips by: Susan M. Heathfield


by: Marcellus H

Read More......

Recruitment Process Outsourcing

Recruitment Process Outsourcing

Recruitment Process Outsourcing (RPO) adalah bentuk pengalihan tanggung jawab proses perekrutan suatu perusahaan ke pihak ketiga penyedia jasa perekrutan. Hal ini berarti seluruh proses perekrutan, mulai dari memprofile pekerjaan, metode perekrutan yang digunakan, proses merekrut tenaga kerja baru, membangun infrastruktur recruitment dan pelaporan, dilakukan oleh penyedia jasa perekrutan.

Keuntungan yang didapat dengan menggunakan RPO adalah:

  1. Better candidate. Perusahaan mendapatkan lebih banyak alternative kandidat yang bagus. Ini dapat terjadi karena adanya jaringan luas ke sumber pasar tenaga kerja yang dimiliki penyedia jasa perekrutan.
  2. Better offering. Penyedia jasa perekrutan dapat memberikan informasi tentang dunia tenaga kerja yang lebih akurat untuk menghindari kelebihan atau kekurangan penawaran comben (compensation and benefit) oleh perusahaan kepada calon tenaga kerja
  3. Faster process. Karena penyedia jasa perekrutan dapat fokus pada proses seleksi, proses perekrutan dapat berlangsung lebih cepat tanpa mengurangi kualitas kandidat.
  4. Cheaper hiring. Meski biaya jasa RPO mungkin lebih mahal jika dibandingkan oleh department recruitment perusahaan, tetapi dengan kemampuan jasa perekrutan untuk menyeleksi lebih banyak kandidat, perhitungan biaya per kandidat bisa menjadi lebih kecil. Selain itu bagusnya kualitas kandidat yang didapat menjadikan biaya perekrutan menjadi tidak begitu berarti.

RPO dapat diterapkan pada berbagai jenis organisasi, khususnya akan sangat bermanfaat bagi organisasi yang memiliki karakteristik:

  1. Organisasi yang sedang membutuhkan tenaga kerja baru dalam jumlah sangat banyak. Kemampuan perusahaan dalam merekrut tenaga kerja tentunya sangat terbatas. Jika tidak dilakukan PRO, potensi mendapatkan kandidat yang tidak sesuai persyaratan menjadi lebih besar. Selain itu, proses recruitment bisa menjadi lebih lama. Inilah manfaat RPO yang dapat melakukan perekrutan masal dengan waktu tidak begitu lama dan dengan kualitas kandidat yang tetap sesuai standar perusahaan.
  2. Organisasi yang membutuhkan tenaga kerja berketerampilan khusus yang sulit dicari di pasaran tenaga kerja (Contoh: teknisi perminyakan, spesialis R&D, dll). Karena perusahaan jasa perekrutan memiliki akses dan jaringan luas ke pasar tenaga kerja, diharapkan tenaga – tenaga kerja berketerampilan spesifik ini dapat lebih mudah dicari dan didapatkan.
  3. Organisasi yang belum memiliki deskripsi pekerjaan (job desc) dan kompetensi yang jelas (required competencies) untuk suatu posisi pekerjaan. Tanpa deskripsi pekerjaan yang jelas, berpotensi menyebabkan proses seleksi yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. RPO sangat membantu dalam proses memprofile job desc dari suatu posisi untuk efektifitas dan mempermudah proses perekrutan.

Meski RPO sangat membantu dalam proses perekrutan perusahaan, tetapi jika citra perusahaan (corporate branding) jelek dimata calon kandidat tenaga kerja, RPO menjadi tidak begitu membantu dalam mencari kandidat yang terbaik. Oleh karena itu, citra perusahaan sebagai perusahaan idaman bagi pekerja (employer of choice) menjadi lebih utama daripada RPO itu sendiri.

by : Marcellus Hermawan

Read More......

Evaluasi Program Pelatihan

Didalam konsep dasar, pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu upaya sistimatis untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills) dan sikap kerja (behavior) para karyawan melalui proses belajar. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan knowledge, skills, atau behaviors, agar para karyawan dapat lebih optimal dalam menjalankan fungsi dan tugas jabatannya sehari-hari.
Juga sering kita dengar bahwa memang pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi ataupun menutup jurang atau gap dari kompetensi yang disayaratkan oleh posisi tersebut dengan realita kompetensi dari karyawan, namun sering juga kita dengar bahwa setelah training, karyawan tidak bisa memperlihatkan suatu perkembangan kearah yang lebih baik.
Hal ini tidak terlepas dari bagaimana kita harus memperhatikan aspek evaluasi dari training itu sendiri. Dengan adanya evaluasi training, membuat kita menjadi lebih sadar terhadap bagaimana impact terhadap peserta training (learner) sebelum training dan sesudah training.
Pada bagian ini, kita akan memberikan gambaran mengenai aktifitas apa yang dilakukan terkait denga evaluasi program training. Pertama yang perlu diperhatikan yaitu program training ataupun pengembangan yang diberikan harus tepat untuk karyawan dan situasinya. Sehingga ini akan membuat menjadi lebih efektif dan tepat guna, bila juga melihat kepada:
1. Potensi Individu.
2. Gaya belajar individu.
3. Pengembangan individu secara keseluruhan.

Program training tidak hanya memfokuskan kepada suatu kualifikasi spesifik saja, namun lebih kearah pengembangan individu karyawan, dimana digunakan pendekatan yang fleksibel dan berbasis individual daripada pendekatan yang paternalisktik traidisional (baik secara design, pemberian dan evaluasi trainingnya).
Aspek vital dari evaluasi training adalah sejauh mana training tersebut memberikan efek kepada peserta. Umpan balik adalah sangat penting bagi kita untuk mengetahui kemajuan dari peserta, dan dengan evaluasi training, hal ini sangatlah krusial untuk menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri dari peserta.
Komitmen terhadap proses belajar sangatlah kuat tergantung dari kepercayaan diri dan kepercayaan bahwa hasil training dapat dicapai, oleh karenanya bagaimana design dan pengelolaannya dan hasil laporan ke peserta mengenai trainingnya adalah bagian yang sangat penting dari proses pembelajaran dan pengembangan.
Sebaliknya bila peserta / learners menerima hanya hasil negatif saja dari test dan feedback, maka ide secara keluruhan dari training itu sendiri akan hilang. Artinya kita harus selalu melihat sisi positifnya dari hasil yang negatif. Hasil evaluasi training harus selalu didukung, dan tidak dikritik dengan tanpa memberikan hal positif, dan secara pasti juga tidak perlu memfokuskan kepada suatu kegagalan.
Jadi kembali perlu kita perhatikan bersama yaitu evaluasi training tidak hanya perlu untuk trainer atau penyedia training ataupun manajemen namun sangatlah vital untuk peserta training itu sendiri, yang mungkin bisa dikatakan bahwa ini merupakan alasan terpenting untuk mengevaluasi peserta secara tepat, adil, dengan disituasi apa pun.

Bentuk Evaluasi Training
Dari berbagai bentuk ataupun model evaluasi training yang ada, umumnya yang sering digunakan oleh perusahaan yaitu Model KirkPatrick.
Model KirkPatrick, dimana evaluasi training dilakukan dengan 4 pilihan level, yaitu:
1. Level Satu - Reaksi : Mengukur kepuasan peserta meliputi aspek-aspek yang ada di program tersebut seperti topik, pembicara/pelatih, kualitas program, dan kecocokan material yang disajikan. Peserta akan melengkapi form evaluasi / survey. Survey membuktikan 85 – 89% perusahaan menggunakan cara level 1 untuk evaluasi training mereka.
2. Level Dua - Pembelajaran : Mengukur kecukupan dari ilmu yang diserap oleh peserta sepanjang training termasuk skill dan profesionalisme yang lebih baik. Cara yang digunakan adalah exam, pengujian diri sendiri, pengujian aktif, contoh simulasi, studi kasus, uji praktek, dan sekitar 37 – 41% organisasi menggunakan cara ini.
3. Level Tiga - Perilaku : Mengukur sampai sejauh mana telah terjadi perubahan dari behavior (sikap/tingkah laku) dari peserta. Cara yang digunakan adalah evaluasi 360 derajat, jadi dilakukan survey formal terhadap skill dan kompetensi peserta sebelum training dan setelah training, dapat menggunakan metoda pelaksanaan planning, grup fokus, dan program penugasan. Survey dilakukan oleh customer, supervisor dan kolega (karyawan yang satu level dengan peserta). Antara 12 – 17% perusahaan mengevaluasi program training mereka dengan cara level 3.
4. Level Empat - Hasil : Mengukur impak dari training terhadap keuntungan perusahaan (profitability), produktifitas, kualitas kerja, penjualana, turnover dan pengeluaran (expenses), hanya sekitar 7% organisasi yang menerapkan cara ini. Reaksi, didefinisikan sebagai bagaimana tanggapan peserta terhadap program training tersebut. Pembelajaran, suatu tingkatan dimana peserta secara tertulis diuji untuk dapat mengetahui sejauh mana materi training telah diterima oleh mereka. Perilaku, ditujukan untuk mengukur perubahan sikap kerja dalam kegiatan sehari-hari. Hasil digunakan untuk mengetahui seberapa besar program pelatihan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Selain dari 4 level ini, sebenarnya ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan yaitu mengukur keberhasilan suatu training dari sudut pandang ROI atau ROTI (Return on Training Investment). Menurut beberapa lietratur yang ada, teknik ROTI ini merupakan teknik yang terbaik dikarenakan teknik tersebut dinilai paling ebyektif dibanding ke empat kriteria lainnya karena dominasi unsur kuantitatif pada metode tersebut. ROTI merupakan suatu ukuran yang diperoleh oleh suatu organisasi setelah jangka waktu tertentu atas investasi suatu program pelatihan. ROTI dihitung berdasarkan etimasi atau suatu data terhadap baiaya ataupun keuntungan atas program training. Tujuannya yaitu agar unit bisnis dapat mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif agar dapat meningkatkan kinerja dan keberhasilan suatu organisasi.
Namun demikian, tidak ada satu cara terbaik untuk mengevaluasi suatu training. Yang dapat dan penting dilakukan hanyalah berusaha mengumpulkan secara lengkap data sebelum dan/atau sesudah pelatihan agar dapat mengevaluasi program training secara akurat. Selain itu faktor biaya; tujuan training; waktu yang tersedia; dan tingkat ketepatan yang diharapkan juga menjadi suatu pertimbangan dalam memilih design evaluasi training.

By : Ari Munanto

Read More......

Manusia Pembelajar

Manusia merupakan mahluk Tuhan yang dibekali oleh potensi belajar yang sangat besar. Tidak seperti binatang yang belajar melalui proses meniru, manusia dapat belajar melalui proses yang lebih beragam dan kompleks seperti membaca atau mendengarkan. Belajar bukan merupakan pilihan untuk manusia, tetapi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sejak masa awal kehidupan untuk dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya.
Sebagai karyawan kita dituntut pula untuk terus belajar, meningkatkan kompetensi agar dapat bertahan dan berkembang memenuhi tuntutan bisnis yang terus berkembang dengan pesat. Belajar bukan merupakan pilihan, tetapi telah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk tetap dapat bersaing dalam dunia tenaga kerja dan bisnis.


Pemenuhan kebutuhan untuk belajar dapat dipenuhi dengan berbagai cara dan tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar. Belajar dapat dilakukan disela–sela pekerjaan kita dengan cara browsing materi dari internet, berbagi ilmu sesama rekan kerja (knowledge sharing) atau sesederhana bertanya kepada rekan kerja tentang masalah pekerjaan.
Pemenuhan kebutuhan akan ilmu melalui belajar ternyata tidak cukup karena manusia perlu aktualisasi diri melalui karya nyata. Hal ini berarti manusia perlu untuk mengamalkan apa yang telah dipelajarinya. Begitu juga kita sebagai karyawan perlu untuk mengimplementasikan apa yang telah kita pelajari di pekerjaan kita sehari–hari.
Belajar tanpa beramal bagai mengasah pisau sampai sedemikian tajamnya tetapi pisau tersebut tidak pernah digunakan untuk memotong. Tidak ada manfaat yang dapat diberikan pisau tersebut meski dia bisa jadi sangat bermanfaat. Sedangkan beramal tanpa ilmu bagaikan memotong dengan pisau yang tumpul, sangat tidak efisien baik dari sisi tanaga dan waktu untuk memotong. Sedangkan beramal dengan ilmu bagai memotong dengan pisau yang tajam, efektif dan efisien. Oleh karena itu, kita perlu bijaksana dalam belajar sehingga ilmu yang kita pelajari dapat kita amalkan secara optimal.
Ada alasan lain kenapa kita perlu untuk mengamalkan atau mengimplementasikan apa yang telah kita pelajari. Umumnya manusia akan lupa atas apa yang dia pelajari. Oleh karenanya, sebaiknya kita mengamalkan ilmu yang kita miliki sesegera mungkin sebelum kita lupa. Semakin sering kita mengimplementasikan ilmu kita di pekerjaan sehari–hari, semakin kecil kemungkinan kita menjadi lupa atas apa yang kita pelajari. Bahkan semakin sering kita mengimplementasikannya, semakin ahli kita dengan ilmu kita.
Setelah kita mengimplementasikan apa yang kita pelajari, sebaiknya kita berbagi ilmu atau pengalaman untuk menyempurnakan pembelajaran kita. Tidak seperti berbagi uang, berbagi ilmu tidak akan mengurangi ilmu yang kita punya, bahkan berbagi dapat menambah ilmu yang kita punya.
Sebenarnya berbagi ilmu dengan rekan kerja dapat dilakukan kapan saja, asal ada niat dan usaha. Contoh paling mudah adalah dengan mengirim email tentang artikel atau materi yang sekiranya diperlukan oleh rekan kita di pekerjaannya. Bisa pula dilakukan dengan menyediakan waktu atau media khusus untuk saling berbagi ilmu, seperti mengadakan sesi knowledge sharing di sela–sela pekerjaan. Yang penting dari proses berbagi ilmu ini adalah menciptakan lingkungan kerja yang menstimulus orang–orang untuk sadar akan pentingnya belajar dan mendorong mereka untuk belajar dan saling berbagi ilmu dalam setiap kesempatan untuk meningkatkan kompetensi mereka sendiri dan rekan kerja mereka.
Belajar saja tidak cukup, kita perlu mengamalkan apa yang kita pelajari. Mengamalkan apa yang kita pelajari ternyata belum cukup pula, karena kita perlu berbagi atas apa yang kita pelajari dan kita amalkan. Setelah kita melakukan ketiga hal tersebut; belajar, beramal dan berbagi, maka mungkin kita bisa disebut: Manusia Pembelajar, Karyawan Pembelajar.
Saya pelajari, saya tau… Saya amalkan, saya paham…
Saya bagi, mereka tau… Mereka amalkan, mereka paham…
Mulailah belajar dari diri Anda, dari hal yang sederhana, dan mulailah dari sekarang…

By : Anggana Sufriadin

Read More......

Sekilas Info : Outsourcing

Outsourcing menjadi trend yang semakin terkenal belakangan ini. Banyak Perusahaan mempraktek-kan outsourcing untuk pelaksanaan sebagian dari proses produksinya, namun di sisi lain praktek outsourcing juga mendapatkan tentangan yang cukup kuat dari Pekerja. Sebenarnya, apa makna dari outsourcing dan apa yang melatarbelakangi Perusahaan melakukan outsourcing? Bagaimana dengan outsourcing di Indonesia? Bagaimana menciptakan praktek outsourcing yang bersifat win win solution bagi semua pihak yang terlibat? Mudah-mudahan sekelumit penjelasan di bawah ini dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai outsourcing.

Gambaran Umum Outsourcing

Istilah Outsourcing mulai masuk dalam dunia bisnis sekitar tahun 1980. Outsourcing merujuk pada suatu proses delegasi pelaksanaan sebagian pekerjaan atau proses produksi yang dianggap non core oleh Perusahaan kepada pihak lain. Dalam hal ini, Perusahaan Pengguna Jasa Outsourcing melakukan juga delegasi dalam hal pengambilan keputusan, saling bertukar informasi yang diperlukan, saling berkoordinasi dan yang terpenting mempercayakan pelaksanaan sebagian dari proses produksinya kepada pihak lain. Untuk lebih mudahnya, coba bayangkan seperti ini, Perusahaan A (produsen makanan) menyerahkan proses packing produk makanannya kepada Perusahaan B,dalam hal ini berarti:

1. Perusahaan A telah melakukan delegasi atas sebagian proses produksinya (proses packing) kepada Pihak lain (Perusahaan B).
2. Perusahaan A harus menyampaikan informasi kepada Perusahaan B misalnya tentang ekspektasi atas hasil Packing, batasan waktu penyelesaian proses Packing. Perusahaan B dapat menyampaikan informasi misalnya bahan Packing dengan kualitas lebih baik namun harganya terjangkau, teknik Packing yang lebih efektif dan efisien (berdasarkan keahlian yang dimiliki oleh Perusahaan B). Point 2 ini menunjukkan adanya proses saling bertukar informasi.
3. Walaupun Perusahaan A telah menyampaikan proses Packing yang diharapkan, namun dalam proses pelaksanaannya yang lebih detail, Perusahaan B akan melakukan proses pengambilan keputusan demi terlaksananya pekerjaan tersebut. Misalnya, Proses Packing masih terdiri lagi dari 8 sub proses, masing-masing sub proses ini harus dikerjakan bagaimana, harus mencapai hasil yang bagaimana, sub proses membutuhkan berapa orang, semuanya menjadi keputusan dari Perusahaan B. Point ini tentu menggambarkan adanya delegasi pengambilan keputusan walaupun hanya untuk sebagian proses produksi.
4. Perusahaan A dan Perusahaan B dapat saling berkoordinasi untuk memastikan bahwa proses Packing berjalan dengan lancar dan tepat waktu supaya produk makanan dapat sampai kepada konsumen tepat waktu pula.
5. Dari semua point di atas dapat dilihat bahwa Perusahaan A telah memberikan kepercayaan kepada Perusahaan B untuk pelaksanaan sebagian proses produksinya.
Contoh lainnya adalah seperti ini, Perusahaan C menyerahkan pelaksanaan pekerjaan pengamanan dan kebersihan gedung kepada Perusahaan D. Perusahaan C telah mempunyai:
1. Standar Pengamanan untuk luas wilayah tertentu, sehingga Perusahaan C telah mengetahui berapa orang petugas Satpam (termasuk kualifikasi personil) yang dibutuhkan sampai dengan metode pengamanan yang dipergunakan.
2. Standar Kebersihan untuk luas wilayah tertentu (SOP mengenai aktivitas-aktivitas apa yang harus dilakukan) berikut jumlah Office Boy atau Office Girl yang diperlukan termasuk kualifikasinya.
Dalam konteks ini, Perusahaan C juga menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan D hanya bentuknya adalah Perusahaan C membutuhkan sejumlah tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan tersebut dari Perusahaan D. Terkait dengan hal ini, proses saling bertukar informasi, berkoordinasi dan mempercayakan pelaksanaan pekerjaan juga terjadi dalam bentuk Outsourcing Perusahaan C ke Perusahaan D.

Mengapa Perusahaan Melakukan Outsourcing?
Hal ini menjadi pertanyaan yang mendasar dalam pengambilan keputusan untuk melakukan Outsourcing. Pada awalnya, Perusahaan melakukan Outsourcing dengan tujuan untuk mengurangi biaya produksi. Kemudian, Perusahaan melakukan Outsourcing dengan tujuan meminimalisir resiko yang harus dihadapi terkait dengan masalah ketenagakerjaan. Pada tahapan yang lebih lanjut, Perusahaan melakukan Outsourcing dengan tujuan:

1. Mengatur pengelolaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien.
2. Memfokuskan diri pada core business (bisnis inti) sehingga produk dan jasa yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas.

Tahapan ini yang sering disebut sebagai “SMART OUTSOURCING” dimana Perusahaan hanya berfokus pada bisnis intinya dan selalu berusaha meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan. Pada akhirnya, kepuasan pelanggan yang menjadi fokus utama dalam hal ini. Proses di luar bisnis inti dipercayakan kepada Pihak lain dengan sebuah kepastian bahwa pihak lain ini mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ekspektasi, kualitas dan nilai yang diharapkan Perusahaan Pengguna Jasa Outsourcing.

Bagaimana dengan Outsourcing di Indonesia?

Dasar dari pelaksanaan Outsourcing di Indonesia diakomodir dalam produk-produk hukum Pemerintah yang tujuannya memberikan koridor bagi para pihak yang terkait dalam proses Outsourcing. Peraturan yang melandasi praktek Outsourcing di Indonesia meliputi pengaturan mengenai bentuk Outsourcing, jenis pekerjaan yang dapat dialihkan, badan hukum Perusahaan Outsourcing, serta pengelolaan hubungan kerja dan syarat kerja Pekerja Outsourcing dengan Perusahaan Outsourcing yang menaunginya maupun dengan Perusahaan tempat dimana ia bekerja. Sedikit mengupas praktek Outsourcing di Indonesia, terdapat 2 (dua) bentuk Outsourcing di Indonesia yaitu Pemborongan Pekerjaan dan Penyediaan Jasa Tenaga Kerja. Perbedaan dari kedua bentuk ini adalah kalau Pemborongan Pekerjaan yang dialihkan adalah pekerjaan yang sifatnya dapat ditentukan kapan penyelesaiannya. Misalnya Perusahaan A bermaksud membangun gedung kantor baru dan kemudian meminta Perusahaan Pemborong menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sedangkan Penyediaan Jasa Tenaga Kerja yang dialihkan adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus dan tidak dapat ditentukan kapan waktu penyelesaiannya. Jadi dalam hal ini yang disediakan adalah sejumlah tenaga kerja yang harus bekerja secara rutin untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Misalnya kebutuhan Office Boy dan Satpam di Perusahaan.

Perusahaan Outsourcing di Indonesia mulai berkembang tahun 2005 dan terus menjamur hingga sekarang ini. Jasa Outsourcing di Indonesia dianggap sebagai peluang bisnis yang “menjanjikan” karena Perusahaan Outsourcing akan mendapatkan fee sehingga banyak pihak yang mendirikan Perusahaan Outsourcing. Tapi tahukah Anda, bahwa jika manajemen pengelolaan tenaga kerja tidak dilaksanakan dengan baik, Perusahaan Outsourcing akan ditinggalkan oleh para kliennya? Faktanya adalah banyak Perusahaan di Indonesia yang melakukan Outsourcing bermaksud untuk mengalihkan resiko ketenagakerjaan kepada pihak lain, namun jika Perusahaan Outsourcing rekanan anda tidak mampu mengelola resiko ini, bukankah resiko itu akan berpaling kepada Anda sebagai pengguna? Perusahaan Outsourcing harus mempunyai value dan kredibilitas yang baik dalam hal memperlakukan para Pekerjanya. Bayangkan kalau Perusahaan Outsourcing tidak memberikan hak kepada Pekerja sesuai dengan regulasi yang berlaku, tidak memperhatikan kesejahteraan Pekerja, bahkan tidak mampu berkomunikasi secara baik dengan para Pekerjanya, bukankah kondisi ini akan menjadi bumerang bagi Perusahaan Pengguna?

Sekarang, mari kita lihat dari sisi Perusahaan Pengguna Outsourcing di Indonesia. Sebelum melakukan Outsourcing, tentunya kita perlu menetapkan latar belakang dan tujuan yang hendak dicapai yang mendorong Perusahaan pada akhirnya memutuskan untuk melakukan Outsourcing. Apapun latar belakang dan tujuannya, Perusahaan tentunya harus memastikan bahwa alternatif Outsourcing yang dipilihnya memberikan nilai tambah bagi Perusahaan. Kalau pada kenyataannya hanya menambah beban, berarti alternatif Outsourcing ini perlu dikaji ulang. Sederhananya seperti ini, kalau tujuan Perusahaan melakukan Outsourcing karena bermaksud mengalihkan resiko (terlepas dari benar atau salahnya tujuan tersebut), namun kenyataannya Perusahaan rekanan Anda lalai dalam pengelolaan tenaga kerja, muncul ketidakpuasan dari Pekerja, lalu mereka melancarkan mogok sehingga mengganggu proses produksi. Kalau tujuan Perusahaan melakukan Outsourcing adalah karena ingin lebih efektif dan efisien maka perusahaan rekanan yang dipilih harus benar-benar mempunyai skill di bidang tersebut sehingga dapat memberikan gebrakan-gebrakan baru dalam proses produksi.
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah penentuan jenis pekerjaan yang akan dialihkan. Lebih dari sekedar menentukan proses produksi mana yang core atau non core, jauh lebih penting untuk melihat gambaran detail proses produksi serta tentukan di proses produksi mana Pekerja Perusahaan kita akan sangat perform dan di proses produksi mana Perusahaan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi jika dialihkan kepada pihak lain.

Selanjutnya, dari sisi Pekerja. Banyak Pekerja menolak praktek Outsourcing dengan alasan tidak jelasnya status hubungan kerja dan tidak terjaminnya hak dan kesejahteraan yang didapat. Jadi, jangan heran kalau Pekerja menolak praktek Outsourcing karena menyadari bahwa pelaksanaannya lebih banyak merugikan mereka. Terkait dengan hal ini, perlu ada jaminan pelaksanaan hubungan kerja dan syarat-syarat kerja yang setidaknya sama dengan regulasi yang berlaku. Untuk dapat mencapai hal ini diperlukan kejelian dan komitmen dari Perusahaan Outsourcing untuk memastikan hal ini (ingat point: kalau Perusahaan Outsourcing tidak dapat mengendalikan resiko, konsekuensi ditinggalkan klien menjadi hal yang sangat mungkin). Jika hubungan kerja dan syarat kerja yang dilaksanakan sesuai dengan regulasi yang berlaku, tentu tidak ada maknanya lagi perbedaan antara mempunyai hubungan kerja langsung dengan Perusahaan Pengguna atau dengan Perusahaan Outsourcing.


Kesimpulan

Untuk menciptakan praktek Outsourcing yang bersifat win-win solution bagi semua pihak yang terlibat, hal-hal di bawah ini dapat dijadikan pedoman:
1. Sah-sah saja kalau Perusahaan mau melakukan Outsourcing asal tujuan (goal) melakukan Outsourcing telah ditentukan. Perhatikan juga pekerjaan yang akan dialihkan (jangan lupakan peraturan yang ada serta detail proses produksi).

2. Setelah itu, kita harus yakin bahwa kita menyerahkan pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada Perusahaan rekanan yang tepat. Dalam hal ini proses seleksi Perusahaan Outsourcing menjadi hal yang sangat penting. Pastikan bahwa Perusahaan Outsourcing memperlakukan para Pekerjanya dengan baik.

by : Silvy

Read More......

Presenteeism, Hadir Tapi Tak Ada Hasil

Staff saya Atiek, dari pagi mengeluh sakit perut, pening-pening dan demam. Saya sudah memintanya pulang ke rumah kalau memang sakit, namun dia bersikukuh tetap di kantor, alasannya banyak tumpukan surat dan pernak-pernik pekerjaan lainnya yang harus diselesaikan. Jadilah hari itu–setengah “mabuk” karena sakit–sedikit demi sedikit dia selesaikan pekerjaannya di balik cubicle-nya yang sempit. Beberapa hari kemudian, ketika penyakitnya semakin terasa parah, dia “menyerah”. Sebuah sms terkirim ke telepon genggam saya, mengabarkan dia harus dirawat di rumah sakit karena typhus.
Kejadian seperti di atas mungkin pernah terjadi di lingkungan kerja anda: karyawan terpaksa atau memaksakan diri masuk kantor, meskipun tidak cukup fit untuk bekerja. Fenomena ini dikenal dengan nama presenteeism dan menjadi masalah yang menjadi perhatian banyak perusahaan di Amerika Serikat.
Norman Clemens, ketua komite hubungan industrial di American Psychiatric Association, mengatakan bahwa presenteeism adalah istilah baru untuk masalah lama— orang bekerja tidak optimal karena sakit fisik atau psikis. Istilah presenteeism merujuk pada kasus di mana orang betul-betul ingin bekerja, namun terpengaruh oleh sakitnya, bukan kasus di mana orang berpura-pura sakit guna menghindari pekerjaan atau membuang-buang waktu untuk hal-hal di luar pekerjaan, seperti bermain internet atau berbelanja.
Presenteeism memang kurang kentara dibandingkan dengan “rekannya” sesama pemakan produktivitas, absenteeism. Kita tahu kalau seseorang tidak masuk kantor, tapi kita seringkali tidak menyadari ada yang bekerja kurang optimal karena sakit (dan seberapa parah dampak penyakitnya terhadap produktivitas). Namun, jangan terkecoh, berbagai riset menunjukkan bahwa presenteeism dapat memakan produktivitas jauh lebih besar daripada absenteeism.


Ketika seseorang sakit, produktivitas kerjanya menurun, baik dari segi jumlah pekerjaan yang diselesaikan (karena bekerja lebih lamban atau harus mengulang-ulang) maupun kualitasnya (karena tingkat kesalahan yang lebih parah). Gejala typhus seperti yang dialami Atiek menganggu konsentrasi dan kekuatan fisiknya. Sangat sedikit surat-surat yang dia selesaikan hari itu. Kesalahan proses pun sempat terjadi. Satu surat referensi karyawan yang harusnya dikirim ke alamat di Jakarta tertukar dengan yang ke Palembang. Migrain dan sakit maag yang kambuhan yang diderita oleh sebagian karyawan menjadi pengganggu konsentrasi yang hadir secara berkala. Depresi yang banyak diderita wanita karir mengakibatkan kelelahan, gampang tersinggung dan menyulitkan kerja tim. Rematik dan sakit pinggang mengurangi kemampuan kerja fisik. Belum lagi bahaya penularan ke pegawai lain bila seseorang yang sakit infeksi seperti flu dan cacar memaksakan diri masuk kantor.
Walter Stewart, Direktur di Geisinger Health System, Pennsylvania, setelah melakukan riset telepon terhadap 29.000 pekerja memperkirakan bahwa di Amerika Serikat presenteeism memakan biaya lebih dari 150 triliun dollar per tahun dalam bentuk kehilangan produktivitas. Dua riset yang dilakukan oleh Journal of the American Medical Association juga menguatkan hal itu, dengan menyatakan bahwa presenteeism menurunkan produktivitas tiga kali lebih besar daripada absenteeism. Di tahun 1999, studi lain yang dilakukan oleh Employers Health Coalition di Tampa, Florida, setelah menelusuri 17 penyakit yang biasa diderita pekerja menyimpulkan bahwa kerugian produktivitas karena presenteeism 7,5 kali lebih besar dari absenteeism. Untuk penyakit-penyakit tertentu seperti alergi, artritis, sakit jantung, darah tinggi, migrain dan sakit leher/punggung, perbandingannya bahkan bisa lebih dari 15:1. Ringkasnya, waktu kerja yang hilang karena pegawai absen jauh lebih kecil dibandingkan waktu yang terbuang karena pegawai hadir namun mengalami berbagai gangguan fisik dan mental akibat sakit.
Kerugian yang diakibatkan oleh presenteeism juga lebih tinggi daripada biaya kesehatan yang dikeluarkan perusahaan dalam bentuk premi asuransi atau pembayaran klaim. Di tahun 2002, para peneliti memperkirakan bahwa kerugian karena presenteeism per-karyawan di Dow Chemical sebesar 6.721 dollar atau sekitar 6.8% dari total biaya pegawainya. Studi lain di Bank One menunjukkan bahwa presenteeism telah menurunkan produktivitas karyawan senilai 311,8 juta dollar, jauh lebih tinggi dari pengeluaran dalam bentuk biaya kesehatan langsung, seperti biaya pelayanan medis dan obat-obatan yang berjumlah 116,2 juta dollar.
Hal di atas menunjukkan kerugian akibat presenteeism harus ikut diperhitungkan dalam kalkulasi biaya kesehatan keseluruhan. Artinya, ketika Anda berupaya untuk menghemat biaya dengan mengurangi manfaat kesehatan karyawan, Anda justru akan membayar jauh lebih mahal dalam bentuk penurunan produktivitas akibat presenteeism maupun absenteeism. Sebaliknya, pengeluaran-pengeluaran untuk meningkatkan taraf kesehatan karyawan mungkin justru merupakan investasi yang sangat menguntungkan dalam meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya pengobatan.
Bagaimana mengurangi presenteeism?
Karena beragamnya jenis dan penyebab presenteeism, tidak ada rumus baku penanganannya. Namun beberapa tindakan mungkin dapat dipertimbangkan sesuai kondisi yang ada.
Langkah pertama adalah mendiagnosa masalahnya untuk mengetahui seberapa parah presenteeism di perusahaan Anda. Anda dapat menambahkan pertanyaan mengenai frekuensi dan alasan karyawan harus hadir ke kantor di saat sakit. Misalnya dengan pertanyaan: “Dalam 12 bulan terakhir, berapa hari Anda terpaksa masuk kantor meskipun sedang sakit? Mengapa?” Anda mungkin akan mendapatkan jawaban antara 2–10 hari kerja dengan tiga alasan utama: tidak mau terlambat dari jadwal pekerjaan, beban pekerjaan sedang tinggi, atau merasa bertanggung jawab/memiliki komitmen ke pihak lain. Jawaban karyawan akan mengarahkan Anda pada bagian-bagian mana dari perusahaan yang paling sering mengalami presenteeism dan alasan spesifik masing-masing.
Langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah menyadarkan para manajer mengenai masalah ini. Kesadaran mengenai presenteeism akan mendorong mereka untuk menciptakan kondisi kerja yang lebih kondusif bagi kesehatan. Presenteeism biasanya merupakan dampak dari stress karena beban kerja yang berlebihan dan gaya hidup yang tidak seimbang. Di tengah kurangnya rasa aman terhadap pekerjaan (job security) dengan maraknya gelombang PHK dan trend penggunaan tenaga outsource akhir-akhir ini, pekerja merasa bahwa bekerja keras (bahkan meskipun sedang sakit) akan menimbulkan citra positif di mata perusahaan. Iklim kerja yang lebih menekankan kerja keras daripada kerja cerdas ini meningkatkan depresi, stress dan kelelahan (burnout) yang membuat karyawan rentan terhadap berbagai penyakit dan mendorong presenteeism.
Beberapa perusahaan seperti British Telecom secara serius menekan presenteeism dengan mengecek daftar hadir karyawan untuk mengetahui siapa-siapa yang memiliki jam kerja panjang dan memperingatkan karyawan yang tidak semestinya bekerja lembur. Pemerintah Inggris juga mendorong para pengusaha untuk mengurangi tingkat stress karyawan dengan mengharuskan mereka mengambil istirahat siang dan mencegah mereka bekerja terlalu lama atau membawa pekerjaan ke rumah.
Kita juga perlu mengetahui masalah-masalah kesehatan apa yang banyak dialami karyawan. Hal ini dapat dilakukan melalui penelusuran riwayat klaim kesehatan para karyawan, survey atau diskusi secara informal untuk mendengar pendapat dari berbagai pihak.
Upaya penyadaran bagi karyawan mengenai berbagai aspek kesehatan, terutama yang paling banyak dihadapi, juga sangat bermanfaat. Berbagai macam wellness program bisa disusun, mencakup penyuluhan-penyuluhan/seminar kesehatan, konsultasi dan screening kesehatan di tempat kerja, kampanye gaya hidup sehat yang terarah melalui poster-poster dan newsletter, penghargaan untuk mereka yang sudah menjalani pola hidup dan pola kerja sehat, dan bahkan penanganan khusus bagi para karyawan yang memiliki risiko tinggi penyakit kronis seperti jantung, migrain dan darah tinggi dengan bantuan para spesialis di bidangnya.
Pada akhirnya, perlu dipahami bahwa peningkatan taraf kesehatan di tempat kerja tidak cukup dilakukan hanya sesekali dan tanpa arah tujuan yang jelas. Sebagaimana program manajemen perubahan (change management) di manapun, mengubah pola fikir dan pola tindakan membutuhkan visi, program, kesungguhan, kesinambungan dan kerja sama banyak pihak. Bahkan, hanya untuk mengurangi kebiasaan merokok para karyawan pun, misalnya, butuh upaya yang besar. Kebiasaan lama biasanya sangat sulit dihentikan (old habits die hard).
Komitmen manajemen atas juga sangat diperlukan untuk suksesnya program, baik dari segi keuangan maupun dukungan lainnya. Mentalitas manajemen yang melihat biaya kesehatan sebagai suatu benefit yang diberikan kepada karyawan harus diubah dengan mentalitas yang menganggap bahwa biaya kesehatan adalah investasi pada karyawan yang menguntungkan perusahaan. Demikian juga dengan mentalitas yang menekankan kerja keras dan jam-jam kerja panjang, bukan kerja cerdas dan gaya hidup seimbang.

(Artikel ini pernah dimuat di majalah "Human Capital")

by : elfiria

Read More......