Mencegah Bagaimana INFORMASI RAHASIA Dapat Jatuh Ketangan Yang Salah/Lawan

Beberapa bulan yang lalu,tepatnya pada hari Senen tanggal 16 juni 2008 pkl. 19.00, disalah satu siaran TV Swasta, kita dikejutkan dengan adanya berita, salah seorang pejabat tinggi pemerintahan Kerajaan Inggris, telah diberhentikan dengan tidak hormat karena lalai membawa pulang dokumen penting dan tertinggal dibangku kereta bawah tanah. Dokumen tersebut diketemukan oleh seorang pelajar dan kemudian diserahkan ke Polisi setempat, yang selanjutnya mengamankannya dan mengembalikannya ke Departemen asalnya.
Akhir2 ini terjadi percobaan penipuan dengan Modus Operandi kecelakaan keluarga, kemudian menghubungi keluarga melalui HP atau telepon rumah, dengan memanfaatkan data keluarga dekat maupun keluarga jauh, sehingga ”korban” percaya dengan ”berita” yang dikirim. Selanjutnya keluarga korban akan kehilangan sejumlah biaya yang cukup besar.
Dari peristiwa tersebut, dapat diambil pelajaran yang sangat berharga, yaitu bahwa kemungkinan besar hal tersebut akan dapat juga terjadi pada diri kita, karena faktor kesengajaan atau ketidaksengajaan. Sengaja menyerahkan dokumen karena alasan pribadi, seperti untuk mengatasi masalah keuangan keluarga, atau seperti ajakan untuk bermitra dalam suatu usaha Bisnis, atau tidak sengaja menyerahkan dokumen karena kepandaian lawan, contohnya mungkin dengan memanfaatkan wanita sebagai umpan.

Lalu bagaimana upaya kita untuk menghindarinya ?

Sebelumnya, kita perlu ketahui, bahwa INFORMASI itu dapat berupa Data tertulis seperti Dokumen atau surat2, maupun tidak tertulis seperti berita melalui pembicaraan langsung atau melalui alat komunikasi.

Ada 3 ( tiga ) langkah yang dapat kita lakukan,
1. Klasifikasikan Informasi yang dimiliki,
2. Ketahui modus operandi yang biasa dilakukan,
3. Lakukan upaya pencegahan,

Langkah 1(Pertama), Klasifikasikan Informasi yang dimiliki,

Pada dasarnya, informasi terbagi dalam tiga periode, yaitu informasi masa lalu (past information), informasi saat ini (current information) dan informasi ramalan (Forcasting Information).

Nah, kemudian informasi2 tersebut dibagi dalam 4 (empat) klasifikasi sesuai tingkat kepentingannya/kerahasiaannya (Cat. Klasifikasi ini dapat lebih, sesuai yang dibutuhkan), seperti :

  1. Informasi Biasa , tingkat paling rendah, informasi tersebut boleh diketahui oleh semua orang.
  2. Informasi terbatas/ konfidensial, informasi tersebut boleh diketahui terbatas pada orang2 tertentu saja.
  3. Informasi Rahasia , informasi hanya boleh diketahui oleh orang2/pejabat pada level tertentu , dan sudah disimpan pada tempat khusus .( Peti besi , Bank dll )
  4. Informasi sangat rahasia , tingkat paling tinggi, informasi hanya boleh diketahui oleh oleh orang2/pejabat yang sangat2 terpilih , dan disimpan pada tempat yang lebih khusus, ( Ruangan dengan pengamanan tingkat tinggi, Bank dll ) .

Klasifikasi ini dapat bersifat statis, dapat pula dinamis, mengikuti situasi yang berkembang saat itu, seperti klasifikasi biasa dapat berubah menjadi rahasia atau sebaliknya yang rahasia dapat menjadi biasa karena sudah terbuka untuk umum.

Perubahan klasifikasi dapat terjadi karena kesengajaan atau ketidak sengajaan seperti sengaja diturunkan klasifikasinya karena memang bukan rahasia lagi , atau tidak sengaja terbuka karena lalai atau teledor, sehingga diketahui oleh orang yang tidak berhak.
Perubahan klasifikasi ini harus segera diikuti oleh perubahan administrasi, agar informasi yang tadinya bersifat biasa kemudian berubah menjadi Rahasia dapat diperlakukan sebagai Informasi Rahasia .

Langkah ke 2 (Kedua), Ketahui Modus Operandi Yang Biasa dilakukan,

Untuk mendapatkan informasi biasa, pada umumnya sangat mudah diperoleh, seperti dari media cetak, koran majalah dan buku2, atau media elektronik seperti TV, Radio atau internet. Persoalan akan timbul bila ingin mendapatkan informasi Rahasia atau Sangat Rahasia, sangat sulit diperoleh, karena pada umumnya sudah diamankan oleh manusia yang dilengkapi dengan peralatan yang sangat canggih. Namun karena semua direncanakan, diciptakan dan dilaksanakan oleh manusia, maka selalu ada celah atau kelemahan yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi rahasia tersebut.
Oleh sebab itu, untuk memperoleh informasi rahasia tersebut, sasaran pokoknya adalah manusianya, manusia yang merencanakan, yang melaksanakan maupun yang ditunjuk untuk mengawasinya, bahkan untuk membongkar peralatannya, sasarannya tetap manusia yang mengoperasikan peralatan tersebut.

Lalu, bagaimana mengetahui Modus Operandi yang biasa dilakukan ?

Modus Operandi yang dilakukan biasanya, melalui langkah2 :
1. Menentukan sasaran,
2. Menentukan cara (Taktik dan Teknik)mendekati sasaran.

1. Menentukan sasaran,
Selama ini yang dapat dijadikan sasaran adalah :
a. Sasaran Utama atau Sesungguhnya,
Sasaran Utama, adalah sasaran yang mempunyai akses langsung, atau mempunyai kewenangan atau mempunyai kekuasaan langsung atau dapat memerintahkan kepada orang lain untuk memberikan informasi yang kita inginkan. (PresDir, Dir,atau calon ”korban” dll).
b. Sasaran Alternatif,
Adalah sasaran yang kita pilih bila sasaran utama tidak dapat didekati, atau tidak dapat memberikan informasi yang kita perlukan. Sasaran ini adalah seseorang yang sangat dekat atau sangat dipercaya atau sangat tergantung atau sangat diperlukan atau sangat berpengaruh dengan sasaran utama. Atas pengaruh dari sasaran antara ini, kemungkinan sangat besar Sasaran Utama akan terpengaruh untuk secara sengaja atau tidak sengaja akan memberikan informasi. (Isteri, Orang tua, Anak, Penasehat spiritual, Sekretaris dll )
c. Sasaran Darurat,
Adalah sasaran yang kita pilih bila a dan b tidak dapat didekati atau dipengaruhi sehingga kita tidak dapat mendapatkan informasi yang kita butuhkan. Sasaran ini adalah seseorang yang mempunyai akses langsung terhadap sasaran a dan b, sehingga melalui dirinya diharapkan dapat diperoleh informasi yang kita butuhkan, atau cara2 untuk mendapatkan informasi, langsung tanpa melalui sasaran a atau b (Sopir, OB, Cleaning Service, PRT, Tkg Pijat favorit, Tkg sayur, Mbok Bakul Jamu, Tkg Bakso, dll)

2. Menentukan cara mendekati sasaran,
a. Siapa yang akan melaksanakan.
Untuk menentukan siapa yang akan melaksanakan tugas, kita perlu menentukan siapa sasaran kita, hal ini untuk menghilangkan kecurigaan sasaran kita. Kalau orang yang kita tunjuk tidak tepat atau tidak setingkat (kesetaraan menjadi sangat penting), kemungkinan akan ditolak untuk berkomunikasi langsung.
b. Apa yang kita cari, akan merupakan bahan pembicaraan utama, namun demikian perlu dicari bahan pembicaraan antara, tidak langsung kepokok permasalahan, sehingga Orang tersebut dapat diterima oleh sasaran kita, dan dapat nyambung pembicaraannya, jangan sampai bisa masuk tetapi tidak nyambung pembicaraannya.
c. Dimana kita akan berkomunikasi, lokasi/tempat dapat ditentukan atas inisiatif kita atau atas inisiatif sasaran, yang terbaik adalah kita yang menentukan, karena akan dapat mempersiapkan segala sesuatunya, seperti alat perekam, foto dll.
d. Kapan waktu pertemuan, sama dengan point c. Pemilihan waktu menjadi sangat penting, karena pemilihan yang tidak tepat akan mengganggu privacy. Waktu juga menentukan keberhasilan, dapat selesai dalam waktu dekat atau panjang, sangat tergantung dari keberhasilan kita meyakinkan sasaran.
e. Bagaimana kita dapat mendekati sasaran, merupakan seni tersendiri. Pelaksana akan berperan sebagai apa (taktiknya), sebagai Direktur, wartawan, Konsultan, bahkan sebagai Pacar dll. Peran yang dilakukan harus dilengkapi dengan peralatan pendukung yang memadai (tekniknya), kalau Direktur harus dilengkapi dengan menguasai peran yang dimainkannya. Kalau Wartawan harus dilengkapi dengan alat2 fotografi atau komunikasi, kalau tkg sayur harus tahu sayur2an dll.
Pelaku harus mempelajari perilaku Sasaran, kebiasaan sehari2, sosial budayanya, hobbynya dll.
Kalau kita akan memanfaatkan sasaran Altenatif atau darurat, maka sasaran tersebut harus mendapatkan pengarahan yang akurat, karena kalau gagal dapat menjadi bumerang bagi si pengguna .

Langkah ke 3 (tiga) Lakukan upaya pencegahan,

Kita telah mengetahui bahwa informasi yang kita miliki sebenarnya dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) klasifikasi, disamping untuk mempermudah pencarian, juga untuk meningkatkan pengamanan. Kita juga sudah mengetahui siapa saja yang dapat memberikan informasi dan bagaimana orang akan memperoleh informasi, dari mulai secara terbuka dan sopan sampai dengan cara yang paling gelap dan kejam. Kita mulai menyadari ternyata lingkungan kita sebenarnya tidak sepenuhnya aman, manusia dengan barang2 buatannya, selalu menyimpan kelemahan, oleh sebab itu harus ada upaya untuk mencegah seminimal mungkin, kebocoran informasi .

Ada 4 (empat) langkah yang dapat dilaksanakan :

Langkah 1,
Segera klasifikasikan surat2 yang ada dan simpan sesuai klasifikasinya. Surat-surat yang berubah klasifikasinya segera sesuaikan atau musnahkan, pemusnahan yang terbaik adalah dibakar atau dihancurkan dengan mesin penghancur kertas. Informasi yang tidak tertulis, segera ditransfer ketertulis dan segera diklasifikasi. Penggandaan surat2 Rahasia harus tepat jumlahnya, jangan berlebih. Penggandaan yang berlebih atau rusak segera dihancurkan, jangan karena alasan efisiensi lalu digunakan sebagai kertas buram.
Pengiriman dokumen harus aman dan tepat pengirim dan penerimanya, pembungkus/amplop harus tertutup rapat, tidak mudah terbuka/dibuka .
Meja kerja harus dalam keadaan bersih dari dokumen rahasia, laci meja harus yakin sudah tertutup dan terkunci dengan kunci yang sudah diamankan (kunci tidak mudah dibuat duplikatnya).
Langkah 2,
Selalu waspada terhadap setiap personil yang mendekati, tanpa kepentingan yang jelas .
a. Buatlah pertemuan yang terencana, waktu, tempat dan topik yang akan dibicarakan.
b. Persiapkan materinya sehingga tidak ada materi rahasia yang bakal terungkap, jawab pertanyaan seperlunya.
c. Persiapkan tempat sebaik-baiknya, agar tidak mudah bocor, sebaiknya kita yang menentukan tempat pertemuan.
d. Selesai pertemuan, yakinkan tidak ada dokuman yang tertinggal atau terbawa.
Langkah 3,
Perhatikan kegiatan personil/orang2 yang ada disekeliling anda, apakah Sekretaris, Isteri, Orang Tua, Sopir atau OB, melakukan hal-hal yang tidak biasanya, seperti bertanya masalah pekerjaan yang cukup mendetail.
Kadang2 pertanyaan sangat sederhana, sehingga kita tidak menyadari bahwa pertanyaan tersebut sudah mengorek informasi. Jawab atau bercerita seperlunya, serta waspada terhadap seseorang yang sok akrab.
Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut perlu ada langkah2 preventif, yaitu perekrutan yang cermat dan teliti terhadap personil yang akan membantu pekerjaan anda.
Langkah 4,
Perhatikan sarana komunikasi anda. Pada masa kini, peralatan komunikasi semakin canggih, demikian pula alat-alat penyadap komunikasi sudah sedemikian majunya, sehingga dapat dikatakan sudah tidak ada lagi percakapan melalui alat komunikasi yang benar2 aman tanpa alat pengaman. Oleh sebab itu percakapan rahasia harus dilindungi dengan alat pelindung/pengaman (Crypto), atau tidak melakukan percakapan rahasia melalui alat komunikasi.

Demikianlah, sedikit gambaran, bagaimana Informasi Rahasia dapat jatuh ketangan lawan , sekaligus upaya apa yang dapat kita lakukan untuk mengantisipasinya .


by : Bambang Pangestoe


Read More......

Peranan PGA Dalam Hubungan Industrial

Dalam edisi perdana ini, kami menyajikan tulisan bertajuk ”Peranan PGA Dalam Hubungan Industrial” sebagai pembuka untuk menuju pada pemahaman mengenai Hubungan Industrial yang lebih dalam. Tulisan perdana ini merupakan sharing dari Tim IR dan tentunya kami berharap agar tulisan ini dapat menjadi pedoman bagi PGA dalam pelaksanaan atau implementasi Hubungan Industrial di unit masing-masing dengan memperhatikan segala keunikan dan ciri khas di unit bersangkutan.

Sedikit mengutip definisi dari Hubungan Industrial, Hubungan Industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur Pengusaha, Pekerja dan Pemerintah. Sistem hubungan ini merupakan hubungan yang sifatnya kompleks karena masing-masing aktor dalam Hubungan Industrial mempunyai peran dan fungsi tersendiri yang harus senantiasa diselaraskan untuk mencapai satu tujuan yakni terciptanya Hubungan Industrial yang kondusif. Mari kita melihat kompleksitas hubungan ini dalam kerangka yang lebih dipersempit yaitu dalam lingkup Perusahaan.
Baik Pekerja maupun Pengusaha mempunyai hak dan kewajiban masing-masing yang bukan tidak mungkin berbenturan satu sama lain. Pengusaha berupaya untuk meningkatkan produktivitas Perusahaan. Di sisi lain, tujuan ini harus didampingi dengan peningkatan kinerja dan kompetensi Pekerja untuk dapat memenuhi target produktivitas tersebut. Dari contoh ini terlihat bahwa terdapat komposisi hak dan kewajiban di antara keduanya yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk mencapai tujuan tersebut. Intinya, walaupun Pekerja dan Pengusaha datang dengan membawa beragam hak dan kewajiban, hal ini harus mampu dikolaborasikan untuk mendukung tercapainya performa Perusahaan. Di sinilah pentingnya penyamaan pandangan dan perspektif di antara Para Pihak.

Pentingnya penyamaan pandangan ini dapat difasilitasi salah satunya oleh konsep dan prinsip Hubungan Industrial. Pada dasarnya, Hubungan Industrial mengatur hubungan antara Pekerja dan Pengusaha mulai dari Pekerja masuk hingga Pekerja tidak mempunyai hubungan kerja lagi dengan Perusahaan. Berbicara mengenai Hubungan Industrial, berarti kita akan berbicara mengenai:

Kesemua konsep ini harus mampu dikemas oleh Perusahaan untuk mendukung kegiatan bisnis dan operasional Perusahaan. Tentunya, pengemasan ini perlu disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik bisnis unit masing-masing. Hasil dari pengemasan ini adalah kebijakan atau ketentuan Perusahaan yang dibuat untuk dapat memberikan pedoman bagi Para Pihak dalam pelaksanaan kegiatan Perusahaan. Niscaya, kebijakan atau ketentuan Perusahaan yang terukur dan terarah dapat menjadi faktor pendukung tercapainya tujuan Perusahaan.

Lalu apa Peranan PGA dalam Hubungan Industrial? PGA harus mampu menjadi jembatan atau penghubung antara Pekerja dan Manajemen. Untuk itu, dibutuhkan peran aktif PGA sebagai penterjemah kebijakan Manajemen untuk dapat dipahami dengan baik oleh Pekerja dan kemampuan untuk mendeskripsikan, menyaring, menganalisis secara objektif serta memberikan alternatif solusi atas permasalahan yang terjadi. Walaupun kebijakan atau ketentuan telah dibuat, pemahaman akan peraturan dan pelaksanaan dari peraturan tersebut masih perlu dipastikan. Mengingat hal ini, maka beberapa peranan dari PGA adalah:
  1. Perumus dan pelaksana konsep Hubungan Industrial di lapangan baik yang sudah dituangkan dalam kebijakan atau ketentuan internal Perusahaan maupun kebiasaan yang belum dituangkan dalam kebijakan Perusahaan namun diakui keberlakuannya.
  2. Pemberi informasi yang sifatnya konstruktif bagi kedua belah pihak (Pekerja dan Manajemen).
  3. Sebagai pihak yang dapat berkomunikasi dengan baik dan terarah untuk dapat menciptakan ketenangan bekerja dan berusaha.
  4. Sebagai pihak yang dapat mengaplikasikan kebijakan dan ketentuan Perusahaan sesuai dengan kondisi Business Unit.

Hubungan Industrial merupakan salah satu kunci untuk mendukung pelaksanaan kegiatan Perusahaan untuk mencapai hasil yang maksimal. Pengetahuan, pemahaman dan kemampuan PGA untuk dapat mengaplikasikan konsep Hubungan Industrial tentu akan menjadi salah satu modal yang kuat untuk mencapai tujuan bersama yakni peningkatan produktivitas Perusahaan yang pada akhirnya akan memberikan dampak positif pada Pekerja.

by : Sylvia



Read More......

Tips Menemukan dan Mengangkat Pegawai

Menemukan dan mengangkat pegawai yang bisa fit dengan culture dan berkontribusi untuk organisasi adalah tantangan bagi setiap recruiter. Berikut ini 10 tips untuk recruitment yang lebih baik:

1. Mengembangkan “kolam kandidat”
Untuk mendapatkan kandidat yang terbaik kita harus mempunyai pilihan dari kandidat-kandidat. Oleh karena itu kita harus mengembangkan “kolam kandidat” dengan mengumpulkan surat lamaran para kandidat yang potensial sebelum kita membutuhkan.
Investasikan waktu untuk menjalin hubungan dengan universitas dan antar recruiter di perusahaan lain.
Bergabunglah dengan asosiasi dan milis yang bertukar informasi atau tempat berkumpulnya para pencari kerja.
Menggunakan jasa professional penyedia tenaga kerja, misalnya: jobsdb, head hunter, dll

2. Mengangkat karena hal yang pasti
Menurut Bruce N. Pfau dan Ira T. Kay, pengarang buku The Human Capital Edge, kita seharusnya mengangkat pegawai karena “hasil kerjanya di masa lampau (organisasi dengan culture yang serupa) sebagai prediktor terbaik perilaku kerjanya di masa depan”. Mereka juga mengatakan anda harus mengangkat kandidat yang mampu “berlari secepatnya” dengan perusahaan sehingga investasi untuk melatih dan mengembangkan hanya untuk kompetensi yang dibutuhkan di masa mendatang.

3. Carilah di dalam
Berikan kesempatan untuk karyawan yang sudah bekerja untuk melamar posisi dan mengikuti program promosi. Selalu menawarkan posisi yang lowong kepada karyawan internal, karena mereka telah mengetahui sasaran dan kebutuhan organisasi.

4. Dikenal sebagai penyedia kerja yang luar biasa
Pfau and Kay mengatakan jangan hanya menjadi penyedia kerja yang luar biasa, tapi perlu orang-orang mengenal perusahaan kita sebagai penyedia kerja yang luar biasa. Bagaimana dengan motivasi karyawan, reward, promosi, accountability, involvement, dll. Hal-hal tersebut menjadi kunci dari menjadi employer of choice. Orang luar akan mempercayai karyawan daripada literatur perusahaan.

5. Libatkan karyawan dalam proses
Ada 3 pilihan dalam melibatkan karyawan dalam proses recruitment:

- Karyawan merekomendasi seseorang sebagai kandidat
- Mereka membantu dalam menyeleksi lamaran dan kualifikais kandidat yang potensial.
- Mereka membantu bersama-sama mewawancara dan menilai cocok atau tidaknya dengan perusahaan.

Dengan menggunakan karyawan potensialnya dalam proses seleksi menciptakan komitmen karyawan tersebut untuk membantu karyawan baru mencapai kesuksesan.

6. Membayar lebih dari kompetitor
Untuk mendapatkan dan mempertahankan kandidat terbaik tentunya membutuhkan kompensasi yang terbaik juga. Banyak perusahaan yang berusaha mendapatkan karyawan yang lebih murah. Kita akan mendapatkan apa yang kita bayarkan. Seandainya kita beruntung mendapatkan orang yang “bertangan emas” karena ada hal-hal yang dia dapatkan di perusahaan. Maka dalam jangka pendek dia akan tidak puas dan mencari pekerjaan baru dengan bayaran lebih.

7. Gunakan benefit untuk menarik kandidat
Pertahankan benefit di atas standard dan apabila memungkinkan tambahkan benefit baru. Kita tidak dapat menjadi employer of choice tanpa memberikan paket benefit yang baik seperti asuransi kesehatan, tunjangan, dll.

8. Mengangkat kandidat ”ter-ter” yang anda temukan
Marcus Buckingham dan Curt Coffman mengatakan bahwa manager yang luar biasa akan mengangkat karyawan yang luar biasa juga. Alasan mengangkat seorang karyawan karena kekuatan yang dimiliki (tercepat, terteliti, dan ter ter lainnya), jangan berharap mengembangkan kelemahan yang dia miliki. Orang tidak akan berubah drastis dan hanya akan menghabiskan waktu.

9. Gunakan situs perusahaan untuk merekrut
Situs perusahaan akan menggambarkan visi, misi, nilai-nilai, sasaran, dan produk dari perusahaan. Hal ini efektif untuk merekrut karyawan, oleh karena itu banyak perusahaan telah menjalankan praktek eRecruitment.

10. Pemeriksaan referensi sebelum mengangkat
Tujuan dari memeriksa referensi dan latar belakang kandidat sebelum mengangkat sangatlah penting. Jangan sampai memasukkan seseorang yang bisa mempengaruhi kondisi dan lingkungan kerja saat ini. Pemeriksaan referensi adalah pintu gerbang terakhir yang memperbolehkan orang luar melangkah masuk ke perusahaan. Keberhasilan perusahaan di masa mendatang ditentukan oleh para recruiter.


“Quality means doing it right when no one is looking”

Sumber:
Diambil dan diolah dari: Top ten recruiting tips by: Susan M. Heathfield


by: Marcellus H

Read More......

Recruitment Process Outsourcing

Recruitment Process Outsourcing

Recruitment Process Outsourcing (RPO) adalah bentuk pengalihan tanggung jawab proses perekrutan suatu perusahaan ke pihak ketiga penyedia jasa perekrutan. Hal ini berarti seluruh proses perekrutan, mulai dari memprofile pekerjaan, metode perekrutan yang digunakan, proses merekrut tenaga kerja baru, membangun infrastruktur recruitment dan pelaporan, dilakukan oleh penyedia jasa perekrutan.

Keuntungan yang didapat dengan menggunakan RPO adalah:

  1. Better candidate. Perusahaan mendapatkan lebih banyak alternative kandidat yang bagus. Ini dapat terjadi karena adanya jaringan luas ke sumber pasar tenaga kerja yang dimiliki penyedia jasa perekrutan.
  2. Better offering. Penyedia jasa perekrutan dapat memberikan informasi tentang dunia tenaga kerja yang lebih akurat untuk menghindari kelebihan atau kekurangan penawaran comben (compensation and benefit) oleh perusahaan kepada calon tenaga kerja
  3. Faster process. Karena penyedia jasa perekrutan dapat fokus pada proses seleksi, proses perekrutan dapat berlangsung lebih cepat tanpa mengurangi kualitas kandidat.
  4. Cheaper hiring. Meski biaya jasa RPO mungkin lebih mahal jika dibandingkan oleh department recruitment perusahaan, tetapi dengan kemampuan jasa perekrutan untuk menyeleksi lebih banyak kandidat, perhitungan biaya per kandidat bisa menjadi lebih kecil. Selain itu bagusnya kualitas kandidat yang didapat menjadikan biaya perekrutan menjadi tidak begitu berarti.

RPO dapat diterapkan pada berbagai jenis organisasi, khususnya akan sangat bermanfaat bagi organisasi yang memiliki karakteristik:

  1. Organisasi yang sedang membutuhkan tenaga kerja baru dalam jumlah sangat banyak. Kemampuan perusahaan dalam merekrut tenaga kerja tentunya sangat terbatas. Jika tidak dilakukan PRO, potensi mendapatkan kandidat yang tidak sesuai persyaratan menjadi lebih besar. Selain itu, proses recruitment bisa menjadi lebih lama. Inilah manfaat RPO yang dapat melakukan perekrutan masal dengan waktu tidak begitu lama dan dengan kualitas kandidat yang tetap sesuai standar perusahaan.
  2. Organisasi yang membutuhkan tenaga kerja berketerampilan khusus yang sulit dicari di pasaran tenaga kerja (Contoh: teknisi perminyakan, spesialis R&D, dll). Karena perusahaan jasa perekrutan memiliki akses dan jaringan luas ke pasar tenaga kerja, diharapkan tenaga – tenaga kerja berketerampilan spesifik ini dapat lebih mudah dicari dan didapatkan.
  3. Organisasi yang belum memiliki deskripsi pekerjaan (job desc) dan kompetensi yang jelas (required competencies) untuk suatu posisi pekerjaan. Tanpa deskripsi pekerjaan yang jelas, berpotensi menyebabkan proses seleksi yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. RPO sangat membantu dalam proses memprofile job desc dari suatu posisi untuk efektifitas dan mempermudah proses perekrutan.

Meski RPO sangat membantu dalam proses perekrutan perusahaan, tetapi jika citra perusahaan (corporate branding) jelek dimata calon kandidat tenaga kerja, RPO menjadi tidak begitu membantu dalam mencari kandidat yang terbaik. Oleh karena itu, citra perusahaan sebagai perusahaan idaman bagi pekerja (employer of choice) menjadi lebih utama daripada RPO itu sendiri.

by : Marcellus Hermawan

Read More......

Evaluasi Program Pelatihan

Didalam konsep dasar, pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu upaya sistimatis untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills) dan sikap kerja (behavior) para karyawan melalui proses belajar. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan knowledge, skills, atau behaviors, agar para karyawan dapat lebih optimal dalam menjalankan fungsi dan tugas jabatannya sehari-hari.
Juga sering kita dengar bahwa memang pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi ataupun menutup jurang atau gap dari kompetensi yang disayaratkan oleh posisi tersebut dengan realita kompetensi dari karyawan, namun sering juga kita dengar bahwa setelah training, karyawan tidak bisa memperlihatkan suatu perkembangan kearah yang lebih baik.
Hal ini tidak terlepas dari bagaimana kita harus memperhatikan aspek evaluasi dari training itu sendiri. Dengan adanya evaluasi training, membuat kita menjadi lebih sadar terhadap bagaimana impact terhadap peserta training (learner) sebelum training dan sesudah training.
Pada bagian ini, kita akan memberikan gambaran mengenai aktifitas apa yang dilakukan terkait denga evaluasi program training. Pertama yang perlu diperhatikan yaitu program training ataupun pengembangan yang diberikan harus tepat untuk karyawan dan situasinya. Sehingga ini akan membuat menjadi lebih efektif dan tepat guna, bila juga melihat kepada:
1. Potensi Individu.
2. Gaya belajar individu.
3. Pengembangan individu secara keseluruhan.

Program training tidak hanya memfokuskan kepada suatu kualifikasi spesifik saja, namun lebih kearah pengembangan individu karyawan, dimana digunakan pendekatan yang fleksibel dan berbasis individual daripada pendekatan yang paternalisktik traidisional (baik secara design, pemberian dan evaluasi trainingnya).
Aspek vital dari evaluasi training adalah sejauh mana training tersebut memberikan efek kepada peserta. Umpan balik adalah sangat penting bagi kita untuk mengetahui kemajuan dari peserta, dan dengan evaluasi training, hal ini sangatlah krusial untuk menumbuhkan dan mempertahankan kepercayaan diri dari peserta.
Komitmen terhadap proses belajar sangatlah kuat tergantung dari kepercayaan diri dan kepercayaan bahwa hasil training dapat dicapai, oleh karenanya bagaimana design dan pengelolaannya dan hasil laporan ke peserta mengenai trainingnya adalah bagian yang sangat penting dari proses pembelajaran dan pengembangan.
Sebaliknya bila peserta / learners menerima hanya hasil negatif saja dari test dan feedback, maka ide secara keluruhan dari training itu sendiri akan hilang. Artinya kita harus selalu melihat sisi positifnya dari hasil yang negatif. Hasil evaluasi training harus selalu didukung, dan tidak dikritik dengan tanpa memberikan hal positif, dan secara pasti juga tidak perlu memfokuskan kepada suatu kegagalan.
Jadi kembali perlu kita perhatikan bersama yaitu evaluasi training tidak hanya perlu untuk trainer atau penyedia training ataupun manajemen namun sangatlah vital untuk peserta training itu sendiri, yang mungkin bisa dikatakan bahwa ini merupakan alasan terpenting untuk mengevaluasi peserta secara tepat, adil, dengan disituasi apa pun.

Bentuk Evaluasi Training
Dari berbagai bentuk ataupun model evaluasi training yang ada, umumnya yang sering digunakan oleh perusahaan yaitu Model KirkPatrick.
Model KirkPatrick, dimana evaluasi training dilakukan dengan 4 pilihan level, yaitu:
1. Level Satu - Reaksi : Mengukur kepuasan peserta meliputi aspek-aspek yang ada di program tersebut seperti topik, pembicara/pelatih, kualitas program, dan kecocokan material yang disajikan. Peserta akan melengkapi form evaluasi / survey. Survey membuktikan 85 – 89% perusahaan menggunakan cara level 1 untuk evaluasi training mereka.
2. Level Dua - Pembelajaran : Mengukur kecukupan dari ilmu yang diserap oleh peserta sepanjang training termasuk skill dan profesionalisme yang lebih baik. Cara yang digunakan adalah exam, pengujian diri sendiri, pengujian aktif, contoh simulasi, studi kasus, uji praktek, dan sekitar 37 – 41% organisasi menggunakan cara ini.
3. Level Tiga - Perilaku : Mengukur sampai sejauh mana telah terjadi perubahan dari behavior (sikap/tingkah laku) dari peserta. Cara yang digunakan adalah evaluasi 360 derajat, jadi dilakukan survey formal terhadap skill dan kompetensi peserta sebelum training dan setelah training, dapat menggunakan metoda pelaksanaan planning, grup fokus, dan program penugasan. Survey dilakukan oleh customer, supervisor dan kolega (karyawan yang satu level dengan peserta). Antara 12 – 17% perusahaan mengevaluasi program training mereka dengan cara level 3.
4. Level Empat - Hasil : Mengukur impak dari training terhadap keuntungan perusahaan (profitability), produktifitas, kualitas kerja, penjualana, turnover dan pengeluaran (expenses), hanya sekitar 7% organisasi yang menerapkan cara ini. Reaksi, didefinisikan sebagai bagaimana tanggapan peserta terhadap program training tersebut. Pembelajaran, suatu tingkatan dimana peserta secara tertulis diuji untuk dapat mengetahui sejauh mana materi training telah diterima oleh mereka. Perilaku, ditujukan untuk mengukur perubahan sikap kerja dalam kegiatan sehari-hari. Hasil digunakan untuk mengetahui seberapa besar program pelatihan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Selain dari 4 level ini, sebenarnya ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan yaitu mengukur keberhasilan suatu training dari sudut pandang ROI atau ROTI (Return on Training Investment). Menurut beberapa lietratur yang ada, teknik ROTI ini merupakan teknik yang terbaik dikarenakan teknik tersebut dinilai paling ebyektif dibanding ke empat kriteria lainnya karena dominasi unsur kuantitatif pada metode tersebut. ROTI merupakan suatu ukuran yang diperoleh oleh suatu organisasi setelah jangka waktu tertentu atas investasi suatu program pelatihan. ROTI dihitung berdasarkan etimasi atau suatu data terhadap baiaya ataupun keuntungan atas program training. Tujuannya yaitu agar unit bisnis dapat mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif agar dapat meningkatkan kinerja dan keberhasilan suatu organisasi.
Namun demikian, tidak ada satu cara terbaik untuk mengevaluasi suatu training. Yang dapat dan penting dilakukan hanyalah berusaha mengumpulkan secara lengkap data sebelum dan/atau sesudah pelatihan agar dapat mengevaluasi program training secara akurat. Selain itu faktor biaya; tujuan training; waktu yang tersedia; dan tingkat ketepatan yang diharapkan juga menjadi suatu pertimbangan dalam memilih design evaluasi training.

By : Ari Munanto

Read More......

Manusia Pembelajar

Manusia merupakan mahluk Tuhan yang dibekali oleh potensi belajar yang sangat besar. Tidak seperti binatang yang belajar melalui proses meniru, manusia dapat belajar melalui proses yang lebih beragam dan kompleks seperti membaca atau mendengarkan. Belajar bukan merupakan pilihan untuk manusia, tetapi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi sejak masa awal kehidupan untuk dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya.
Sebagai karyawan kita dituntut pula untuk terus belajar, meningkatkan kompetensi agar dapat bertahan dan berkembang memenuhi tuntutan bisnis yang terus berkembang dengan pesat. Belajar bukan merupakan pilihan, tetapi telah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk tetap dapat bersaing dalam dunia tenaga kerja dan bisnis.


Pemenuhan kebutuhan untuk belajar dapat dipenuhi dengan berbagai cara dan tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar. Belajar dapat dilakukan disela–sela pekerjaan kita dengan cara browsing materi dari internet, berbagi ilmu sesama rekan kerja (knowledge sharing) atau sesederhana bertanya kepada rekan kerja tentang masalah pekerjaan.
Pemenuhan kebutuhan akan ilmu melalui belajar ternyata tidak cukup karena manusia perlu aktualisasi diri melalui karya nyata. Hal ini berarti manusia perlu untuk mengamalkan apa yang telah dipelajarinya. Begitu juga kita sebagai karyawan perlu untuk mengimplementasikan apa yang telah kita pelajari di pekerjaan kita sehari–hari.
Belajar tanpa beramal bagai mengasah pisau sampai sedemikian tajamnya tetapi pisau tersebut tidak pernah digunakan untuk memotong. Tidak ada manfaat yang dapat diberikan pisau tersebut meski dia bisa jadi sangat bermanfaat. Sedangkan beramal tanpa ilmu bagaikan memotong dengan pisau yang tumpul, sangat tidak efisien baik dari sisi tanaga dan waktu untuk memotong. Sedangkan beramal dengan ilmu bagai memotong dengan pisau yang tajam, efektif dan efisien. Oleh karena itu, kita perlu bijaksana dalam belajar sehingga ilmu yang kita pelajari dapat kita amalkan secara optimal.
Ada alasan lain kenapa kita perlu untuk mengamalkan atau mengimplementasikan apa yang telah kita pelajari. Umumnya manusia akan lupa atas apa yang dia pelajari. Oleh karenanya, sebaiknya kita mengamalkan ilmu yang kita miliki sesegera mungkin sebelum kita lupa. Semakin sering kita mengimplementasikan ilmu kita di pekerjaan sehari–hari, semakin kecil kemungkinan kita menjadi lupa atas apa yang kita pelajari. Bahkan semakin sering kita mengimplementasikannya, semakin ahli kita dengan ilmu kita.
Setelah kita mengimplementasikan apa yang kita pelajari, sebaiknya kita berbagi ilmu atau pengalaman untuk menyempurnakan pembelajaran kita. Tidak seperti berbagi uang, berbagi ilmu tidak akan mengurangi ilmu yang kita punya, bahkan berbagi dapat menambah ilmu yang kita punya.
Sebenarnya berbagi ilmu dengan rekan kerja dapat dilakukan kapan saja, asal ada niat dan usaha. Contoh paling mudah adalah dengan mengirim email tentang artikel atau materi yang sekiranya diperlukan oleh rekan kita di pekerjaannya. Bisa pula dilakukan dengan menyediakan waktu atau media khusus untuk saling berbagi ilmu, seperti mengadakan sesi knowledge sharing di sela–sela pekerjaan. Yang penting dari proses berbagi ilmu ini adalah menciptakan lingkungan kerja yang menstimulus orang–orang untuk sadar akan pentingnya belajar dan mendorong mereka untuk belajar dan saling berbagi ilmu dalam setiap kesempatan untuk meningkatkan kompetensi mereka sendiri dan rekan kerja mereka.
Belajar saja tidak cukup, kita perlu mengamalkan apa yang kita pelajari. Mengamalkan apa yang kita pelajari ternyata belum cukup pula, karena kita perlu berbagi atas apa yang kita pelajari dan kita amalkan. Setelah kita melakukan ketiga hal tersebut; belajar, beramal dan berbagi, maka mungkin kita bisa disebut: Manusia Pembelajar, Karyawan Pembelajar.
Saya pelajari, saya tau… Saya amalkan, saya paham…
Saya bagi, mereka tau… Mereka amalkan, mereka paham…
Mulailah belajar dari diri Anda, dari hal yang sederhana, dan mulailah dari sekarang…

By : Anggana Sufriadin

Read More......

Sekilas Info : Outsourcing

Outsourcing menjadi trend yang semakin terkenal belakangan ini. Banyak Perusahaan mempraktek-kan outsourcing untuk pelaksanaan sebagian dari proses produksinya, namun di sisi lain praktek outsourcing juga mendapatkan tentangan yang cukup kuat dari Pekerja. Sebenarnya, apa makna dari outsourcing dan apa yang melatarbelakangi Perusahaan melakukan outsourcing? Bagaimana dengan outsourcing di Indonesia? Bagaimana menciptakan praktek outsourcing yang bersifat win win solution bagi semua pihak yang terlibat? Mudah-mudahan sekelumit penjelasan di bawah ini dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai outsourcing.

Gambaran Umum Outsourcing

Istilah Outsourcing mulai masuk dalam dunia bisnis sekitar tahun 1980. Outsourcing merujuk pada suatu proses delegasi pelaksanaan sebagian pekerjaan atau proses produksi yang dianggap non core oleh Perusahaan kepada pihak lain. Dalam hal ini, Perusahaan Pengguna Jasa Outsourcing melakukan juga delegasi dalam hal pengambilan keputusan, saling bertukar informasi yang diperlukan, saling berkoordinasi dan yang terpenting mempercayakan pelaksanaan sebagian dari proses produksinya kepada pihak lain. Untuk lebih mudahnya, coba bayangkan seperti ini, Perusahaan A (produsen makanan) menyerahkan proses packing produk makanannya kepada Perusahaan B,dalam hal ini berarti:

1. Perusahaan A telah melakukan delegasi atas sebagian proses produksinya (proses packing) kepada Pihak lain (Perusahaan B).
2. Perusahaan A harus menyampaikan informasi kepada Perusahaan B misalnya tentang ekspektasi atas hasil Packing, batasan waktu penyelesaian proses Packing. Perusahaan B dapat menyampaikan informasi misalnya bahan Packing dengan kualitas lebih baik namun harganya terjangkau, teknik Packing yang lebih efektif dan efisien (berdasarkan keahlian yang dimiliki oleh Perusahaan B). Point 2 ini menunjukkan adanya proses saling bertukar informasi.
3. Walaupun Perusahaan A telah menyampaikan proses Packing yang diharapkan, namun dalam proses pelaksanaannya yang lebih detail, Perusahaan B akan melakukan proses pengambilan keputusan demi terlaksananya pekerjaan tersebut. Misalnya, Proses Packing masih terdiri lagi dari 8 sub proses, masing-masing sub proses ini harus dikerjakan bagaimana, harus mencapai hasil yang bagaimana, sub proses membutuhkan berapa orang, semuanya menjadi keputusan dari Perusahaan B. Point ini tentu menggambarkan adanya delegasi pengambilan keputusan walaupun hanya untuk sebagian proses produksi.
4. Perusahaan A dan Perusahaan B dapat saling berkoordinasi untuk memastikan bahwa proses Packing berjalan dengan lancar dan tepat waktu supaya produk makanan dapat sampai kepada konsumen tepat waktu pula.
5. Dari semua point di atas dapat dilihat bahwa Perusahaan A telah memberikan kepercayaan kepada Perusahaan B untuk pelaksanaan sebagian proses produksinya.
Contoh lainnya adalah seperti ini, Perusahaan C menyerahkan pelaksanaan pekerjaan pengamanan dan kebersihan gedung kepada Perusahaan D. Perusahaan C telah mempunyai:
1. Standar Pengamanan untuk luas wilayah tertentu, sehingga Perusahaan C telah mengetahui berapa orang petugas Satpam (termasuk kualifikasi personil) yang dibutuhkan sampai dengan metode pengamanan yang dipergunakan.
2. Standar Kebersihan untuk luas wilayah tertentu (SOP mengenai aktivitas-aktivitas apa yang harus dilakukan) berikut jumlah Office Boy atau Office Girl yang diperlukan termasuk kualifikasinya.
Dalam konteks ini, Perusahaan C juga menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan D hanya bentuknya adalah Perusahaan C membutuhkan sejumlah tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan tersebut dari Perusahaan D. Terkait dengan hal ini, proses saling bertukar informasi, berkoordinasi dan mempercayakan pelaksanaan pekerjaan juga terjadi dalam bentuk Outsourcing Perusahaan C ke Perusahaan D.

Mengapa Perusahaan Melakukan Outsourcing?
Hal ini menjadi pertanyaan yang mendasar dalam pengambilan keputusan untuk melakukan Outsourcing. Pada awalnya, Perusahaan melakukan Outsourcing dengan tujuan untuk mengurangi biaya produksi. Kemudian, Perusahaan melakukan Outsourcing dengan tujuan meminimalisir resiko yang harus dihadapi terkait dengan masalah ketenagakerjaan. Pada tahapan yang lebih lanjut, Perusahaan melakukan Outsourcing dengan tujuan:

1. Mengatur pengelolaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien.
2. Memfokuskan diri pada core business (bisnis inti) sehingga produk dan jasa yang dihasilkan menjadi lebih berkualitas.

Tahapan ini yang sering disebut sebagai “SMART OUTSOURCING” dimana Perusahaan hanya berfokus pada bisnis intinya dan selalu berusaha meningkatkan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan. Pada akhirnya, kepuasan pelanggan yang menjadi fokus utama dalam hal ini. Proses di luar bisnis inti dipercayakan kepada Pihak lain dengan sebuah kepastian bahwa pihak lain ini mampu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan ekspektasi, kualitas dan nilai yang diharapkan Perusahaan Pengguna Jasa Outsourcing.

Bagaimana dengan Outsourcing di Indonesia?

Dasar dari pelaksanaan Outsourcing di Indonesia diakomodir dalam produk-produk hukum Pemerintah yang tujuannya memberikan koridor bagi para pihak yang terkait dalam proses Outsourcing. Peraturan yang melandasi praktek Outsourcing di Indonesia meliputi pengaturan mengenai bentuk Outsourcing, jenis pekerjaan yang dapat dialihkan, badan hukum Perusahaan Outsourcing, serta pengelolaan hubungan kerja dan syarat kerja Pekerja Outsourcing dengan Perusahaan Outsourcing yang menaunginya maupun dengan Perusahaan tempat dimana ia bekerja. Sedikit mengupas praktek Outsourcing di Indonesia, terdapat 2 (dua) bentuk Outsourcing di Indonesia yaitu Pemborongan Pekerjaan dan Penyediaan Jasa Tenaga Kerja. Perbedaan dari kedua bentuk ini adalah kalau Pemborongan Pekerjaan yang dialihkan adalah pekerjaan yang sifatnya dapat ditentukan kapan penyelesaiannya. Misalnya Perusahaan A bermaksud membangun gedung kantor baru dan kemudian meminta Perusahaan Pemborong menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sedangkan Penyediaan Jasa Tenaga Kerja yang dialihkan adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus dan tidak dapat ditentukan kapan waktu penyelesaiannya. Jadi dalam hal ini yang disediakan adalah sejumlah tenaga kerja yang harus bekerja secara rutin untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Misalnya kebutuhan Office Boy dan Satpam di Perusahaan.

Perusahaan Outsourcing di Indonesia mulai berkembang tahun 2005 dan terus menjamur hingga sekarang ini. Jasa Outsourcing di Indonesia dianggap sebagai peluang bisnis yang “menjanjikan” karena Perusahaan Outsourcing akan mendapatkan fee sehingga banyak pihak yang mendirikan Perusahaan Outsourcing. Tapi tahukah Anda, bahwa jika manajemen pengelolaan tenaga kerja tidak dilaksanakan dengan baik, Perusahaan Outsourcing akan ditinggalkan oleh para kliennya? Faktanya adalah banyak Perusahaan di Indonesia yang melakukan Outsourcing bermaksud untuk mengalihkan resiko ketenagakerjaan kepada pihak lain, namun jika Perusahaan Outsourcing rekanan anda tidak mampu mengelola resiko ini, bukankah resiko itu akan berpaling kepada Anda sebagai pengguna? Perusahaan Outsourcing harus mempunyai value dan kredibilitas yang baik dalam hal memperlakukan para Pekerjanya. Bayangkan kalau Perusahaan Outsourcing tidak memberikan hak kepada Pekerja sesuai dengan regulasi yang berlaku, tidak memperhatikan kesejahteraan Pekerja, bahkan tidak mampu berkomunikasi secara baik dengan para Pekerjanya, bukankah kondisi ini akan menjadi bumerang bagi Perusahaan Pengguna?

Sekarang, mari kita lihat dari sisi Perusahaan Pengguna Outsourcing di Indonesia. Sebelum melakukan Outsourcing, tentunya kita perlu menetapkan latar belakang dan tujuan yang hendak dicapai yang mendorong Perusahaan pada akhirnya memutuskan untuk melakukan Outsourcing. Apapun latar belakang dan tujuannya, Perusahaan tentunya harus memastikan bahwa alternatif Outsourcing yang dipilihnya memberikan nilai tambah bagi Perusahaan. Kalau pada kenyataannya hanya menambah beban, berarti alternatif Outsourcing ini perlu dikaji ulang. Sederhananya seperti ini, kalau tujuan Perusahaan melakukan Outsourcing karena bermaksud mengalihkan resiko (terlepas dari benar atau salahnya tujuan tersebut), namun kenyataannya Perusahaan rekanan Anda lalai dalam pengelolaan tenaga kerja, muncul ketidakpuasan dari Pekerja, lalu mereka melancarkan mogok sehingga mengganggu proses produksi. Kalau tujuan Perusahaan melakukan Outsourcing adalah karena ingin lebih efektif dan efisien maka perusahaan rekanan yang dipilih harus benar-benar mempunyai skill di bidang tersebut sehingga dapat memberikan gebrakan-gebrakan baru dalam proses produksi.
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah penentuan jenis pekerjaan yang akan dialihkan. Lebih dari sekedar menentukan proses produksi mana yang core atau non core, jauh lebih penting untuk melihat gambaran detail proses produksi serta tentukan di proses produksi mana Pekerja Perusahaan kita akan sangat perform dan di proses produksi mana Perusahaan dapat mencapai efektivitas dan efisiensi jika dialihkan kepada pihak lain.

Selanjutnya, dari sisi Pekerja. Banyak Pekerja menolak praktek Outsourcing dengan alasan tidak jelasnya status hubungan kerja dan tidak terjaminnya hak dan kesejahteraan yang didapat. Jadi, jangan heran kalau Pekerja menolak praktek Outsourcing karena menyadari bahwa pelaksanaannya lebih banyak merugikan mereka. Terkait dengan hal ini, perlu ada jaminan pelaksanaan hubungan kerja dan syarat-syarat kerja yang setidaknya sama dengan regulasi yang berlaku. Untuk dapat mencapai hal ini diperlukan kejelian dan komitmen dari Perusahaan Outsourcing untuk memastikan hal ini (ingat point: kalau Perusahaan Outsourcing tidak dapat mengendalikan resiko, konsekuensi ditinggalkan klien menjadi hal yang sangat mungkin). Jika hubungan kerja dan syarat kerja yang dilaksanakan sesuai dengan regulasi yang berlaku, tentu tidak ada maknanya lagi perbedaan antara mempunyai hubungan kerja langsung dengan Perusahaan Pengguna atau dengan Perusahaan Outsourcing.


Kesimpulan

Untuk menciptakan praktek Outsourcing yang bersifat win-win solution bagi semua pihak yang terlibat, hal-hal di bawah ini dapat dijadikan pedoman:
1. Sah-sah saja kalau Perusahaan mau melakukan Outsourcing asal tujuan (goal) melakukan Outsourcing telah ditentukan. Perhatikan juga pekerjaan yang akan dialihkan (jangan lupakan peraturan yang ada serta detail proses produksi).

2. Setelah itu, kita harus yakin bahwa kita menyerahkan pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada Perusahaan rekanan yang tepat. Dalam hal ini proses seleksi Perusahaan Outsourcing menjadi hal yang sangat penting. Pastikan bahwa Perusahaan Outsourcing memperlakukan para Pekerjanya dengan baik.

by : Silvy

Read More......